Keguguran adalah kematian bayi dalam kandungan sebelum usia 20 minggu kehamilan. Hal ini merupakan salah satu masalah dalam kehamilan yang paling ditakuti oleh ibu hamil.
Kemungkinan terjadinya keguguran lebih tinggi dari perkiraan banyak orang. Keguguran dapat terjadi pada kira-kira 1-2 orang dari 10 ibu hamil yang menyadari kehamilannya. Diperkirakan sekitar 8 dari 10 kasus keguguran terjadi pada tiga bulan pertama kehamilan. Mengetahui gejala-gejala keguguran sangatlah penting bagi ibu hamil dan pasangannya.
Gejala utama yang sebaiknya diwaspadai adalah munculnya pendarahan atau bercak darah yang biasanya disertai kram pada perut bagian bawah. Di samping pendarahan dan kram, gejala keguguran lainnya meliputi keluarnya cairan atau jaringan (gumpalan darah) dari vagina.
Pendarahan ringan cukup umum terjadi pada tiga bulan pertama kehamilan. Tidak semua pendarahan ringan saat hamil berarti keguguran.Namun sebagai langkah untuk mewaspadai, tidak ada salahnya untuk segera menghubungi dokter jika Anda mengalaminya.
Penyebab dan Faktor Pemicu Keguguran
Walau penyebab pastinya belum diketahui, para pakar memperkirakan terdapat sekitar 70 persen kasus keguguran yang disebabkan oleh adanya keabnormalan pada kromosom bayi. Kekurangan, kelebihan atau keabnormalan kromosom dapat mengakibatkan janin tidak bisa berkembang dengan semestinya. Keguguran yang terjadi pada usia kehamilan lebih tua, yaitu di atas tiga bulan, biasanya disebabkan oleh penyakit atau kondisi kesehatan ibu yang kurang baik.
Di luar faktor kromosom, terdapat beberapa faktor pemicu lain yang diduga dapat meningkatkan risiko keguguran. Di antaranya:
- Usia sang ibu. Risiko keguguran akan meningkat seiring usia ibu yang menua.
- Pengaruh masalah kesehatan sang ibu, misalnya karena ada masalah pada plasenta, memiliki struktur rahim yang abnormal, leher rahim yang lemah, atau menderita sindrom ovarium polikistik.
- Penyakit jangka panjang (kronis), misalnya hipertensi yang parah, gangguan ginjal, lupus, atau diabetes.
- Pengaruh infeksi tertentu, seperti malaria, toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, klamidia, gonore, atau sifilis.
- Konsumsi obat-obatan yang berefek samping buruk pada janin, misalnya retinoid dan obat anti inflamasi non-steroid.
- Merokok, mengonsumsi minuman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang.
- Konsumsi kafein yang berlebihan.
- Kelebihan atau kekurangan berat badan.
Keguguran juga dapat terjadi jika janin tumbuh di luar rahim. Kondisi ini disebut sebagai kehamilan ektopik. Jenis kehamilan ini dapat mengancam jiwa karena memiliki risiko untuk pecah dan mengakibatkan pendarahan dalam.
Gejala-gejala kehamilan ektopik adalah tidak haid, sakit perut yang parah dan tidak kunjung sembuh, pendarahan atau bercak darah dari vagina, nyeri pada bahu, pusing, serta limbung.
Mitos Sekitar Keguguran
Ada beberapa mitos yang dipercaya banyak orang sebagai faktor pemicu keguguran, misalnya:
- Mengalami peristiwa yang sangat mengguncang yang mengakibatkan stres atau depresi.
- Mengangkat beban berat.
- Berhubungan seks.
Dugaan-dugaan di atas salah dan tidak terbukti benar secara klinis. Sebagian besar kasus keguguran bukan disebabkan oleh suatu peristiwa yang dialami atau tindakan yang dilakukan oleh sang ibu.
Diagnosis Keguguran
Selain menanyakan gejala dan memeriksa kondisi fisik Anda, dokter juga akan menganjurkan USG dan/atau tes darah. Kedua pemeriksaan ini digunakan untuk memastikan apakah Anda mengalami keguguran atau tidak.
Pemeriksaan USG bertujuan untuk mengecek detak jantung dan perkembangan janin. Sedangkan tes darah digunakan untuk memeriksa kadar hormon beta HCG yang berhubungan dengan kehamilan.
Jika pasien memiliki beberapa kali riwayat keguguran, kemungkinan ada faktor medis lain yang bisa menjadi penyebabnya. Jenis-jenis pemeriksaan yang biasanya dianjurkan oleh dokter untuk pasien beserta pasangannya adalah:
- Pemeriksaan USG transvaginal. Jenis USG yang digunakan dalam pemeriksaan ini sedikit berbeda karena menggunakan pencitraan tiga dimensi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa apakah ada kelainan pada struktur rahim dan serviks.
- Pemeriksaan gen untuk mengecek apakah ada keabnormalan pada kromosom pasien dan/atau pasangannya.
- Tes darah untuk memeriksa keberadaan serta antibodi antifosfolipid (aPL) serta kadar hormon LH. Antibodi antifosfolipid (aPL) dapat meningkatkan risiko penggumpalan darah.
Metode Penanganan Untuk Keguguran
Setelah memastikan diagnosis keguguran, Anda dapat memilih untuk menunggu sampai seluruh jaringan keluar secara alami dari rahim. Namun proses ini bisa memakan waktu sekitar 3-4 minggu sehingga dapat mengakibatkan tekanan emosional, terutama bagi sang ibu. Karena itu, dokter biasanya cenderung menganjurkan penanganan dengan obat atau operasi.
Penggunaan obat-obatan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu tablet minum atau obat yang dimasukkan ke vagina. Obat-obatan ini umumnya akan berpengaruh dalam waktu 24 jam sehingga dapat mempercepat proses pengeluaran sisa jaringan dari rahim.
Metode operasi adalah dengan prosedur kuret. Operasi kecil ini dilakukan dengan melebarkan serviks dan menggunakan kuret untuk mengeluarkan jaringan dari rahim. Operasi perlu dilakukan secepatnya jika pasien mengalami pendarahan yang parah atau terdapat gejala-gejala infeksi. Prosedur ini memiliki risiko karena dapat melukai jaringan serviks dan dinding rahim.
Pencegahan Keguguran
Karena penyebabnya yang belum diketahui secara pasti, keguguran juga pada umumnya tidak dapat dicegah. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko keguguran, yaitu:
- Menerapkan pola makan sehat dan seimbang, terutama meningkatkan konsumsi serat.
- Tidak merokok, mengonsumsi minuman keras, dan menggunakan obat-obatan terlarang.
- Menghindari infeksi-infeksi yang mungkin terjadi, misalnya dengan memeriksakan diri untuk penyakit menular seksual dan mengobatinya hingga sembuh sebelum hamil.
- Menjaga berat badan yang sehat sebelum dan saat hamil.
Untuk penyebab keguguran yang dapat ditangani, misalnya otot serviks yang lemah, sebaiknya ditangani secepatnya. Misalnya, serviks yang lemah bisa dioperasi untuk mengencangkan otot serviks sehingga dapat menurunkan risiko keguguran. Jika calon ibu menderita penyakit kronis misalnya diabetes, sebaiknya diobati dan dikendalikan dengan baik sebelum hamil.
Peristiwa keguguran pasti akan menyebabkan tekanan emosional terhadap semua pihak, terutama bagi sang wanita. Rasa bersalah, penyesalan, marah, bahkan trauma dapat melanda wanita yang mengalaminya. Oleh karena itu, dukungan positif dari pasangan serta keluarga sangat dibutuhkan.
Mengalami satu kali keguguran bukan berarti Anda akan kembali mengalaminya pada kehamilan Anda yang selanjutnya. Banyak wanita yang tetap berhasil menjalani masa kehamilan tanpa masalah dan melahirkan bayi yang sehat setelah mengalami keguguran.