Wanita adalah kunci dalam kelangsungan hidup manusia. Sel telur yang diproduksi perempuan menjadi barang berharga dalam evolusi manusia. Mungkin hanya ada beberapa ratus ribu sel telur yang diproduksi wanita sepanjang hidupnya yang bebas dari kerusakan genetik. Studi para peneliti dari Carnegie Institution for Science menunjukkan ada seleksi dini yang menyebabkan banyak sel telur gugur.
Sejak fase perkembangan janin, perempuan ternyata kehilangan sebagian besar cadangan sel telur. Dalam laporan di jurnal Develomental Cell, 29 Mei 2014, peneliti Alex Brotvin dan koleganya, Safia Malki, mempelajari proses tahap awal seleksi sel telur wanita. Seleksi ini diduga memiliki pengaruh terhadap kesehatan dan tingkat kesuburan wanita saat dewasa. Fase seleksi paling ketat justru terjadi di tahap awal ketika calon bayi perempuan masih ada di dalam kandungan.
Proses produksi telur matang umumnya dimulai ketika wanita memasuki usia pubertas, rata-rata pada usia 12 tahun, dan berakhir saat menopause. Namun perempuan sudah kehilangan sekitar 80 persen simpanan sel telur yang belum matang sejak fase perkembangan fetus. Fenomena ini telah diamati dalam keluarga primata, rodensia, dan beberapa spesies invertebrata yang menunjukkan hal itu sudah lama terjadi dalam evolusi.
Saat lahir, bayi perempuan memiliki sekitar dua juta telur di dalam indung telur. Telur-telur itu tersimpan di rongga-rongga berisi cairan yang dikenal sebagai folikel. Jumlah telur diperkirakan jauh lebih banyak ketika bayi perempuan berada dalam kandungan. Jumlahnya bisa mencapai tujuh juta. Namun, sesuai dengan namanya, oocyte, telur-telur itu masih belum matang.
Banyak sel telur gugur saat fetus berkembang. Ketika perempuan masuk masa pubertas, sebagian besar sel telur yang tersisa juga berguguran. Meski banyak yang hilang, perempuan punya lebih dari cukup sel telur untuk digunakan. Jumlahnya lebih dari 300 ribu sel telur. Setiap bulan, tubuh perempuan memproduksi hormon FSH yang merangsang folikel untuk menyiapkan, pada umumnya, satu sel telur hingga matang lalu melepasnya ke uterus.
Adapun telur-telur yang tidak masuk dalam proses pematangan akan berguguran. James T. Breeden, presiden American Congress of Obstetrics and Gynecology, mengatakan setiap bulan ada ribuan telur yang gugur. "Itu menjadi kematian alami bagi mereka," katanya.
Pria bisa menghasilkan sperma sepanjang hidupnya. Namun wanita hanya memiliki sekitar 400 sel telur yang akan melewati proses ovulasi meski awalnya mempunyai ratusan ribu telur. Jumlahnya terus menyusut seiring dengan pertambahan usia dan akhirnya hilang pada masa menopause. Telur-telur yang masih bertahan biasanya akan mengalami penurunan kualitas.
Tim Bortvin menemukan gugurnya sel telur dalam fase fetus berhubungan dengan segmen tertentu dalam deoxyribonucleic acid (DNA). Segmen ini dikenal sebagai transposon atau gen peloncat. Gen ini bisa mengubah posisi dalam struktur rantai genom, terkadang menciptakan atau mengganti mutasi serta mengubah ukuran genom.
Transposon bergerak ketika sel telur tengah tumbuh untuk mendapatkan kemampuan mengembangkan embrio. Gen purba itu meloncat di dalam DNA dan menciptakan mutasi baru. Transposon berlabel LINE1 diduga aktif dalam sel telur mamalia.
Gen peloncat itu bisa merusak sperma dan sel telur. Banyak material genetik di dalamnya yang penting bagi perkembangan bayi sehat. Studi Bortvin sebelumnya menunjukkan sel benih pria bisa menekan pergerakan transposon, memperkecil mutasi, dan menjamin produksi sperma dalam jumlah besar.