Astaxanthin merupakan karotenoid alami yang memiliki kekuatan antioksidan yang luar biasa dan dapat ditemukan di mikroalga di seluruh dunia. Astaxanthin memberikan warna merah muda dan merah pada daging salmon segar, udang dan lobster. Penelitian menunjukkan bahwa Astaxanthin memiliki kekuatan 550 kali lebih kuat dibandingkan vitamin E dan 40 kali lebih kuat dibanding β carotene sebagai pengikat singlet oksigen serta 1000 kali lebih kuat dibandingkan vitamin E sebagai peroksidase lipid.
Penelitian menunjukan, Astaxanthin memiliki efek positif pada percobaan tikus dengan DM dan mengurangi keparahan penyakit dengan memperlambat toksisitas glukosa dan kerusakan ginjal. Hal ini mempunyai implikasi besar terhadap kelompok beresiko tinggi serta golongan prediabetes atau intoleransi glukosa.
PENYAKIT degeneratif adalah suatu kondisi penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel-sel tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk dan berlangsung secara kronis. Beberapa penyakit yang termasuk dalam kelompok ini adalah diabetes mellitus (DM) type 2, stroke, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dislipidemia dan lain-lain.
Salah satu penyebabnya adalah radikal bebas yang merupakan suatu atom atau molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Elektron tersebut menyebabkan gerakan radikal bebas yang tidak terkendali dan saling bertabrakan sehingga timbul radikal bebas baru yang berdampak buruk pada fungsi sel tubuh manusia.
Saat ini penegakan diagnosis pasien dengan DM seringkali terlambat. Sebanyak 30% pasien datang ke dokter sudah dengan tahap komplikasi organ yang mempersulit penanganan dan penyembuhan. Untuk itu, diperlukan suatu pengelolaan yang tepat terhadap keadaan tersebut. Pemberian terapi anti-oksidatif stress merupakan langkah pengelolaan terhadap kondisi hiperglikemia pada pasien DM.”
Terjadinya stress oksidatif diakibatkan oleh ketidakseimbangan antioksidan dan radikal bebas yang terdapat di dalam sel. Hal tersebut menjadi faktor utama terjadinya komplikasi vaskuler pada DM. Radikal bebas merupakan molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron pada orbitnya dan berpotensi merusak integritas suatu sel. Beberapa contoh radikal bebas golongan reactive oxygen species (ROS) antara lain: Superoxide, Hydroxyl, Peroxyl, Hydroperoxyl. Golongan reactive nitrogen species (RNS) antara lain: Nitric Oxide dan Nitrogen dioxide. Di sisi lain, tubuh manusia juga memiliki fungsi sebagai antioxidant defense capacity dengan memproduksi antioksidan internal yaitu biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalisator atau disebut juga enzim, seperti Superoxide Dismutase, Glutathione Peroxydase dan catalase. Selain berupa enzim, antioksidan internal juga dihasilkan oleh adanya metal binding protein yaitu albumin, ferritin dan ceruloplasmin. Antioksidan yang bersumber dari luar tubuh sifatnya non enzimatik, antara lain vitamin C dan thiols yang bersifat water – soluble serta vitamin E dan β – carotene yang bersifat lipid – soluble.
Pada penderita DM, terjadi mekanisme penurunan antioksidan yang semula berfungsi sebagai pertahanan terhadap radikal bebas sehingga berpengaruh juga terhadap penurunan aktivitas pemulungan atau scavenging radikal bebas. Penurunan tersebut meliputi total antioksidan plasma maupun serum serta antioksidan spesifik seperti asam askorbat dan vitamin E. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan oksidasi dalam plasma. Selain fungsinya sebagai pertahanan mengalami penurunan, enzim yang berperan sebagai antioksidan pun juga menurun.
Terjadinya mutasi dan oksidasi dikaitkan dengan adanya proses penuaan yang menyebabkan terjadinya penurunan fosforilasi oksidatif pada mitokondria (OXPHOS). Hal ini meningkatkan terjadinya akumulasi lemak pada otot dan hat sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang lama kelamaan membuat defek pada fungsi sel beta. Adanya proses penuaan berpengaruh terhadap fungsi dari mitokondria. Proses penuaan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan produksi ATP, penurunan konten lipid pada otot serta laju metabolisme glukosa perifer.
Terdapat 4 jalur yang dapat menyebabkan terjadinya hiperaktivitas mitokondria pada penderita DM. Pertama, teraktivasinya Polyol pathways yang dapat menurunkan Glutathione sebagai antioksidan. Kedua, teraktivasinya Hexosamine pathways yang dapat menyebabkan peningkatan reaksi inflamasi dan koagulasi serta aktivitas gen. Ketiga, PKC pathways yang berakibat pada penurunan NOS dan fibrinolisis serta peningkatan endhotelin, permeabilitas, reaksi inflamasi serta ROS. Jalur keempat adalah AGE pathways yang berpengaruh terhadap growth factors dan sitokin inflamasi.
Hiperglikemia pada penderita DM akan meningkatkan diacylglicerol (DAG) dan protein kinase C (PKC). Selanjutnya, akan terjadi suatu mekanisme inflamasi akibat sitokin yang diproduksi serta radikal bebas yang tidak memiliki ikatan elektron. Terjadilah suatu proses patofisiologi pada pembuluh darah yakni oklusi kapiler dan vaskuler, terganggunya permeabilitas vaskuler, abnormalitas aliran darah serta efek lain yang timbul akibat adanya radikal bebas. Keadaan hiperglikemia tersebut juga menyebabkan terbentuknya formasi advance glycation end (AGE), auto - oksidasi glukosa dan Sorbitol pathways yang ketiga hal tersebut meningkatkan terjadinya stress oksidatif pada pembuluh darah. Komplikasi yang terjadi berupa makroangiopati seperti coronary artery disease (CAD), peripheral vein disease (PAD) dan stroke. Komplikasi tersebut dapat pula berbentuk mikroangiopati seperti nefropati, retinopati dan neuropati.
Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan, adalah memberikan rekomendasi diet yang tepat merupakan salah satu caranya. Pasien dengan DM diharuskan memiliki keseimbangan dalam asupan makanan sesuai dengan berat badan idealnya. Meningkatkan asupan buah serta sayuran. Selain itu, faktor penting lainnya adalah menurunkan kadar asupan lemak jenuh seperti yang terdapat pada hewan dan menggantinya dengan lemak tidak jenuh seperti olive oil dan bean fat. Penting juga menurunkan kadar garam dan gula pada setiap asupan makanan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada DM harus dilakukan secara holistik oleh seorang dokter. Adanya kasus DM pada pasien baru seringkali dijumpai beserta komplikasi vaskuler akibat ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan. Pemberian preparat antioksidan seperti Astaxanthin diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi vaskuler yang diantaranya dapat berdampak pada makroangiopati maupun mikroangiopati.
Perlambat Toksisitas Gula
Astaxanthin merupakan karotenoid alami yang memiliki kekuatan antioksidan yang luar biasa dan dapat ditemukan di mikroalga di seluruh dunia. Astaxanthin memberikan warna merah muda dan merah pada daging salmon segar, udang dan lobster. Penelitian menunjukkan bahwa Astaxanthin memiliki kekuatan 550 kali lebih kuat dibandingkan vitamin E dan 40 kali lebih kuat dibanding β carotene sebagai pengikat singlet oksigen serta 1000 kali lebih kuat dibandingkan vitamin E sebagai peroksidase lipid.
Penelitian menunjukan, Astaxanthin memiliki efek positif pada percobaan tikus dengan DM dan mengurangi keparahan penyakit dengan memperlambat toksisitas glukosa dan kerusakan ginjal. Hal ini mempunyai implikasi besar terhadap kelompok beresiko tinggi serta golongan prediabetes atau intoleransi glukosa.
Penelitian Uchiyama dkk pada tikus obesitas dengan DM tipe 2 menunjukkan Astaxanthin terbukti melindungi sel β pankreas dari gangguan fungsi akibat kerusakan oksidatif. Didapatkan pula bahwa tikus yang diberi Astaxanthin menunjukkan respon profil yang lebih baik terhadap uji toleransi glukosa intraperitonea. Hal ini menunjukkan bahwa Astaxanthin melindungi fungsi pankreas dan sensitivitas insulin.
Lebih lanjut, perkiraan awal kerusakan ginjal melalui pengukuran tingkat albumin urin menunjukkan kerusakan glomerolus yang lebih rendah. Hal ini diyakinkan dengan penelitian yang dilakukan Naito dkk yang mengamati nefropati diabetes pada tikus dengan DM. Naito mengatakan bahwa Astaxanthin juga dapat mencegah toksisitas glukosa yang dapat memicu peningkatan stress oksidatif dan patogenesis kerusakan ginjal. Tikus dengan DM tipe 2 dengan gagal ginjal, menunjukkan pada minggu ke-16 sebanyak 67% mengalami penurunan kehilangan albumin urin dan 50% mengalami penurunan kerusakan DNA pada pemberian Astaxanthin. Pada tikus dengan DM menunjukkan peningkatan kehilangan protein yang disebabkan oleh peningkatan rasio ukuran vaskuler sebesar 250%. Namun, setelah diberikan Astaxanthin, area tersebut secara signifikan berkurang hingga mencapai 54%.
Walaupun uji klinik yang melibatkan antioksidan pada manusia baru saja dimulai, hasil sebelumnya menyimpulkan bahwa pemberian antioksidan yang kuat dapat memperbaiki kontrol DM tipe 2 dan menghambat kerusakan ginjal yang lebih parah serta mencegah efek ROS pada kondisi hiperglikemia. Oleh karena itu, Astaxanthin terbukti dapat bermanfaat sebagai bagian dari suatu strategi terapi untuk mengatasi DM dan komplikasinya.