Untuk para perempuan, kehadiran tamu bulanan alias menstruasi adalah satu kelaziman. Namun, proses biologis perempuan ini menjadi siksaan sendiri ketika mereka harus berhadapan dengan PMS.
Menurut psikiater Sylvia Detri Elvira, kondisi Pre-Menstrual Syndrome alias sindrom pra-menstruasi (PMS) bisa terlihat jika telah berlangsung selama tiga kali siklus haid berturut-turut.
PMS, kata Sylvia, merupakan sekumpulan gejala yang muncul akibat perubahan hormon yang terjadi dalam tubuh wanita menjelang menstruasi atau haid. Penyebab aslinya belum diketahui. ''Namun diduga kuat, kondisi itu akibat perubahan hormon. PMS jika dibiarkan akan menimbulkan gangguan yang lebih parah atau yang disebut dengan disforia pra-menstruasi (PMDD),'' tuturnya.
Menurut Sylvia, gejala PMS antara lain adalah sakit perut, cepat tersinggung, kelelahan, rasa malas, nyeri sendi, pembengkakan pada tangan dan kaki, sakit kepala, sulit tidur, dan mudah marah tanpa alasan yang jelas. Kondisi seperti ini kerap dianggap biasa oleh masyarakat khususnya kaum wanita itu sendiri. ''Namun, jika dibiarkan, maka dampaknya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, mengganggu hubungan dengan orang-orang terdekat, bahkan ada yang sampai ingin bunuh diri,'' ujarnya.
Sylvia menyatakan, gejala PMS bisa bermacam-macam. Mulai dari gejala fisik, psikis, dan psikologi. Gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya saat menstruasi datang. Ia menjelaskan, 90 persen wanita mengalami satu atau lebih gejala PMS. Gejala PMS sendiri sudah dikenal lama bahkan sejak zaman Hippocrates, 370 SM.
Jika wanita mengalami satu gejala menjelang haid selama tiga bulan berturut-turut, kata Sylvia, maka si wanita bisa disebut mengalami PMS. Namun bila si wanita mengalami lima gejala menjelang haid selama 12 bulan berturut-turut, maka si wanita itu mengalami PMDD. ''Baik PMS maupun PMDD merupakan kondisi yang tidak normal sehingga harus diobati karena berdampak negatif pada aktivitas sehari-hari,'' ujarnya.
Meski belum diketahui penyebab pastinya, kata Sylvia, ada kemungkinan beberapa penyebab PMS. Di antaranya faktor genetik dari ibu atau nenek, ada ketidakseimbangan neurotransmiter dan neurohormonal, adanya faktor psikologi yang memicu gejala PMS, dan gangguan hubungan dengan orang terdekat seperti dengan keluarga.
Sylvia mengungkapkan, gejala dari PMDD lebih parah lagi. Yakni merasa hidup tiada harapan, merendahkan diri sendiri, sulit makan, ingin tidur terus, cemas terus menerus, dan sering marah tanpa alasan yang jelas.
Sementara, Koordinator Pengabdian Masyarakat Departemen Obgin FKUI/RSCM, Andon Hestiantoro mengatakan, PMS umumnya dialami oleh wanita usia subur karena terkait dengan ovulasi atau masa subur. ''Anak-anak remaja perempuan tidak mengalami PMS karena mereka belum mengalami ovulasi. Perlu diingat bahwa ovulasi datang dengan sendirinya, bukan lewat hubungan senggama,'' ujarnya.
Menurut Andon, PMS maupun PMDD biasanya muncul 14 hari ovulasi sebelum haid. Pengobatannya dapat dilakukan lewat terapi oral dengan mengonsumsi pil KB karena dapat menghambat hormon untuk mencegah ovulasi. Bagi wanita yang belum menikah, Andon menganjurkan agar mengkonsumsi pil KB dengan kadar estrogen yang lebih rendah.
Selain pil KB, vitamin B6 juga dapat dikonsumsi. Wanita yang sering mengalami payudara bengkak menjelang haid dapat mengkonsumsi Bromocriptine. Sedangkan yang tungkainya sering bengkak menjelang haid dapat mengkonsumsi Bioretika.
Namun gejala PMS maupun PMDD menjelang haid bisa dicegah dengan cara alami. Seperti rajin berolahraga khususnya aerobik selama 30 menit, jogging, berjalan kaki, dan modifikasi diet. Wanita juga dianjurkan lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat kompleks dan serat yang terdapat pada makanan seperti roti gandum, pasta, sereal, buah, dan sayuran. ''Sebaiknya juga mengurangi konsumsi gula dan lemak selama menjalani diet untuk membantu meningkatkan energi dan menstabilkan mood, dan jangan minum alkohol,'' tegasnya. (republika)