Setelah tahu sisi negatif dan positifnya, kita belum bisa begitu saja memutuskan jenis kontrasepsi yang akan kita pakai. Pertimbangan lainnya adalah tujuan pemakaian kontrasepsi itu: apakah masih mau menambah anak, menjarangkan jarak kehamilan, atau sudah tidak ada rencana menambah anak.
"Kalau sudah memutuskan tidak menambah anak lagi, maka lebih baik menggunakan kontap (kontrasepsi mantap)," saran Boyke Dian Nugraha, Spesialis Obstetri dan Ginekolog Klinik Pasutri, Jakarta.
Tapi bagi pasutri yang masih ingin menambah anak, alternatifnya adalah suntik, susuk, pil, atau spiral. Sementara, bagi yang ingin menjaga jarak kehamilan, sebaiknya memilih kontrasepsi yang tidak membahayakan kandungan, seperti kondom.
Selain itu, dalam memilih alat kontrasepsi pertimbangkan pula kondisi kesehatan. Jika menderita hipertensi, penyakit jantung, atau diabetes, sebaiknya Anda tidak memilih kontrasepsi hormonal.
"Karena salah satu efek sampingnya adalah dapat meningkatkan tekanan darah," imbuh Boyke.
Sementara penderita hemophilia tidak diperbolehkan memakai kontrasepsi spiral. Soalnya, pada pemasangan spiral kadang terjadi luka dan pendarahan. Padahal, "Luka yang terjadi pada penderita hemophilia sulit membeku," ajar Boyke.
Pemakaian kontrasepsi hendaknya disesuaikan pula dengan kebiasaan si pemakai (akseptor). Jika akseptor pelupa, kontrasepsi dengan pil mungkin bukan pilihan tepat. Pasalnya, pil harus dikonsumsi setiap hari. Jika Anda pelupa, pemasangan spiral mungkin pilihan yang tepat. Sebab, pemasang spiral cukup dilakukan sekali untuk jangka waktu empat hingga lima tahun.
Sebaliknya, pemakaian spiral sebaiknya dihindari jika Anda atau pasangan memiliki kebiasaan selingkuh. "Kebiasaan suami berganti-ganti pasangan dapat mengakibatkan benang spiral menjadi tempat tinggal penyakit kelamin," tandas Boyke. (Kompas,Rabu, 17/12/2008 )