Banyak orang yang berkata bahwa "pernikahan atau perkawinan adalah sebuah pertaruhan, ibarat main judi". Pernyataan tersebut tak sepenuhnya salah, namun hal tersebut akan terjadi apabila perkawinan itu tidak didahului dengan perhitungan dan perbincangan serta disepakatinya beberapa komitmen yang sepantasnya dilaksanakan saat perkawinan berlangsung.
Oleh sebab itu, sebelum perkawinan terlaksana, kita melakukan penjajakan atau penyesuaian saat masa pacaran. Lebih baik putus saat masa pacaran ketimbang bercerai setelah menikah karena konsekuensinya lebih banyak.
Apa saja yang pantas dan layak saya ungkapkan dan sepakati saat pacaran berlangsung? Sangat banyak dan semua itu berpulang kembali kepada Anda dan pasangan. Kemudian, apa yang tidak dibicarakan dan disepakati di awal semestinya bisa didiskusikan dan disepakati setelah pernikahan karena tidak semua hal dapat kita pikirkan dan kemukakan sebelum perkawinan.
Beberapa hal pokok yang dapat Anda sampaikan dan diskusikan untuk dicarikan sebuah kesepakatan sebagai "acuan" dalam perjalanan perkawinan Anda berdua, antara lain:
1. Apakah setelah menikah, Anda harus keluar dari rumah keluarga?
Menurut saya, sebaiknya Anda dan pasangan mencari rumah kontrakan bila belum membeli rumah sendiri. Dengan Anda keluar dari rumah akan membuat Anda menjadi lebih mandiri dan memiliki otorisasi untuk menyelesaikan segala problematika rumah tangga Anda sendiri, tanpa campur tangan orangtua.
2. Apakah Anda setelah menikah tetap diperkenankan bekerja?
Jika setelah menikah Anda tetap bekerja, Anda bisa membantu meringankan beban suami dan mempercepat pengumpulan dana bagi masa depan keluarga, entah membeli rumah atau mempersiapkan dana pendidikan anak-anak. Terlebih sebelum memiliki anak, Anda akan lebih leluasa untuk meninggalkan rumah.
3. Berapa jumlah anak yang Anda sepakati untuk dimiliki? Bagaimana bila salah satu dari Anda ternyata tidak subur?
4. Bagaimana dengan pengelolaan keuangan keluarga?
Sepantasnya semua pendapatan dilebur menjadi satu. Kemudian dialokasikan untuk kebutuhan keluarga, lalu kebutuhan jangka panjang (rumah dan pendidikan anak) dan keperluan pribadi masing-masing sebesar 2,5 persen dari total pendapatan.
5. Siapa yang memegang dan mengawasi keuangan keluarga?
Sebaiknya dilakukan bersama karena jadi lebih adil dan lebih nikmat.
6. Apakah Anda menganut paham monogami atau poligami?
Anda sebaiknya menekankan bahwa Anda menginginkan sebuah perkawinan tunggal, utuh, dan totalitas untuk menjamin segala sumber daya pikiran, perasaan, dan ekonomi hanya mengalir ke satu tempat, yaitu keluarga Anda, dan tidak ada keluarga kedua atau kesekian.
Bila kondisi ekonomi Anda dan calon pasangan sangat berbeda, sebaiknya pikirkan untuk melakukan perjanjian pranikah, terkait aset atau harta yang Anda miliki. Untuk memutuskan ini, sebaiknya Anda mendiskusikannya dengan pengacara atau perencana keuangan untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang kebaikan dan keburukannya, apalagi bila tidak mengetahui manfaat dari perjanjian semacam ini.
Selain 6 butir kesepakatan di atas, Anda bisa menambahkan apa saja yang perlu Anda dan calon pasangan sepakati lagi sebelum melangkah lebih jauh. Selamat bernegosiasi, semoga sukses.(Kompas, Rabu, 21/4/2010)
Oleh sebab itu, sebelum perkawinan terlaksana, kita melakukan penjajakan atau penyesuaian saat masa pacaran. Lebih baik putus saat masa pacaran ketimbang bercerai setelah menikah karena konsekuensinya lebih banyak.
Apa saja yang pantas dan layak saya ungkapkan dan sepakati saat pacaran berlangsung? Sangat banyak dan semua itu berpulang kembali kepada Anda dan pasangan. Kemudian, apa yang tidak dibicarakan dan disepakati di awal semestinya bisa didiskusikan dan disepakati setelah pernikahan karena tidak semua hal dapat kita pikirkan dan kemukakan sebelum perkawinan.
Beberapa hal pokok yang dapat Anda sampaikan dan diskusikan untuk dicarikan sebuah kesepakatan sebagai "acuan" dalam perjalanan perkawinan Anda berdua, antara lain:
1. Apakah setelah menikah, Anda harus keluar dari rumah keluarga?
Menurut saya, sebaiknya Anda dan pasangan mencari rumah kontrakan bila belum membeli rumah sendiri. Dengan Anda keluar dari rumah akan membuat Anda menjadi lebih mandiri dan memiliki otorisasi untuk menyelesaikan segala problematika rumah tangga Anda sendiri, tanpa campur tangan orangtua.
2. Apakah Anda setelah menikah tetap diperkenankan bekerja?
Jika setelah menikah Anda tetap bekerja, Anda bisa membantu meringankan beban suami dan mempercepat pengumpulan dana bagi masa depan keluarga, entah membeli rumah atau mempersiapkan dana pendidikan anak-anak. Terlebih sebelum memiliki anak, Anda akan lebih leluasa untuk meninggalkan rumah.
3. Berapa jumlah anak yang Anda sepakati untuk dimiliki? Bagaimana bila salah satu dari Anda ternyata tidak subur?
4. Bagaimana dengan pengelolaan keuangan keluarga?
Sepantasnya semua pendapatan dilebur menjadi satu. Kemudian dialokasikan untuk kebutuhan keluarga, lalu kebutuhan jangka panjang (rumah dan pendidikan anak) dan keperluan pribadi masing-masing sebesar 2,5 persen dari total pendapatan.
5. Siapa yang memegang dan mengawasi keuangan keluarga?
Sebaiknya dilakukan bersama karena jadi lebih adil dan lebih nikmat.
6. Apakah Anda menganut paham monogami atau poligami?
Anda sebaiknya menekankan bahwa Anda menginginkan sebuah perkawinan tunggal, utuh, dan totalitas untuk menjamin segala sumber daya pikiran, perasaan, dan ekonomi hanya mengalir ke satu tempat, yaitu keluarga Anda, dan tidak ada keluarga kedua atau kesekian.
Bila kondisi ekonomi Anda dan calon pasangan sangat berbeda, sebaiknya pikirkan untuk melakukan perjanjian pranikah, terkait aset atau harta yang Anda miliki. Untuk memutuskan ini, sebaiknya Anda mendiskusikannya dengan pengacara atau perencana keuangan untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang kebaikan dan keburukannya, apalagi bila tidak mengetahui manfaat dari perjanjian semacam ini.
Selain 6 butir kesepakatan di atas, Anda bisa menambahkan apa saja yang perlu Anda dan calon pasangan sepakati lagi sebelum melangkah lebih jauh. Selamat bernegosiasi, semoga sukses.(Kompas, Rabu, 21/4/2010)