TIDAK SEDIKIT orang masih terjebak dalam mitos, termasuk soal seks. Namun yang menarik, banyak di antara kita justru lebih suka mencari tahu berbagai mitos soal seks.
Terlepas dari apakah itu fakta atau karangan belaka, banyak orang begitu senang menyebarkan rumor soal seks. Lucunya, masalah yang dialami akibat pemikiran keliru yang mengagumkan ini justru menjadi standar acuan dalam kehidupan percintaan. Bagaimana Anda tahu bahwa pengetahuan seks tersebut adalah kebenaran ?
Meski banyak sekali mitos soal seks yang beredar di masyarakat, namun setidaknya ada lima mitos paling populer yang kerap menjadi perdebatan. Berikut kelima mitos seks tersebut :
1.) Jangan ngeseks sebelum bertanding .
Sudah menjadi hal umum bahwa pelatih di banyak cabang olahraga melarang para pemainnya untuk berhubungan seks di malam sebelum pertandingan besar. Logika mereka : atlet harus mengawetkan energi dan meningkatkan agresi supaya bisa mengeluarkan kemampuan yang lebih besar. Para juara dunia tinju juga masih memegang teguh tradisi lama, bahwa mereka harus menghindari seks seminggu sebelum pertarungan, jika ingin mencapai penampilan maksimal di atas ring.
Namun begitu, banyak riset menunjukkan bahwa seks sebelum pertandingan sama sekali tak mempengaruhi penampilan atlet. Riset ahli dari College of St. Scholastica di Duluth, Minnesotta, Amerika Serikat misalnya mengungkapkan bahwa pria menunjukkan kemampuan yang baik dalam tes ketahanan saat treadmill di pagi hari usai berhubungan seks malam harinya. Hasil tes ini sama baiknya dengan ketika pria tak melakukan seks pada malam harinya.
Menurut para ilmuwan dari Italia, sejauh agresi dapat dipertahankan, peningkatan kadar testosteron yang hadir bersama aktivitas seksual dapat menyebabkan rata-rata agresi menjadi tinggi pada hari-hari berikutnya. Dengan begitu penampilan atlet akan tetap prima.
Perlu ditekankan pula, efek psikologis dari seks menjelang pertandingan sejauh ini belum diteliti. Meskipun beberapa atlet mungkin tidak terpengaruh sama sekali oleh aktivitas seksual, namun para ahli olahraga menyebutkan bahwa hubungan seks sebelum pertandingan berpotensi mempengaruhi konsentrasi para atlet .
2.) Pria mencapai puncak seksual pada usia 18, sedangkan wanita pada usia 30'an.
Dalam menyikapi mitos ini, apa yang harus dipegang teguh pikiran Anda adalah bahwa pemahaman soal puncak ini adalah menyesatkan. Puncak dari segi hormonal tidak serta merta mempengaruhi puncak dari kemampuan seksual. Lebih jauh lagi, kualitas fisik dan seksual bukan suatu hal yang sama.
Ketika hormon testosteron mencapai puncaknya pada usia 18, seorang pria cenderung belum mengalami seks terbaik dalam hidupnya sebagai remaja. Tentu saja , reaksi psikologisnya adalah ketidakpuasan tetapi reaksi ini biasanya timbul pada usia ketika seseorang lebih tertarik dan mampu melakukan hubungan intim. Seperti kebanyakan orang dewasa, kemampuan untuk mencapai kepuasan seksual memang sangat tergantung dari pengalaman dalam orgasme dan bercinta.
Sementara itu khusus untuk wanita, puncak kemampuan seksual mereka tidak pernah dinilai dari segi biologis terutama ketika kadar hormon estrogen mencapai titik tertiggi pada usia pertengahan 20-an. Kemampuan seks kaum Hawa lebih ditekankan kepada apa yang mereka alami dalam hubungan sosial.
Wanita berusia 30-an secara tipikal akan terikat suatu hubungan monogami jangka panjang khususnya ikatan pernikahan. Oleh karena itu, masyarakat memberi mereka legalitas untuk melakukan hubungan seks sebab mereka dalam hubungan yang serius.
Apa yang dapat diambil dari fakta ini? Jangan biarkan pikiran yag penuh prasangka mendikte Anda. Puncak kemampuan seksual seseorang bisa sangat bervariasi, di mana kebanyakan orang menyadari potensi penuh akan hasrat dan kemampuannya untuk lebih merasa aman secara seksual dengan diri dan pasangannya.
3.) Alkohol perbaiki kemampuan seksual.
Alkohol sejak lama dipertimbangkan sebagai aphrodisiac. Sejak dulu, manusia kerap dibayang-bayangi oleh kemampuan dan kekuatan alkohol, yang diduga mampu memperbaiki dan meningkatkan kenikmatan seksual.
Riset menunjukkan, alkohol dalam jumlah sedikit memang dapat menigkatkan hasrat dan gairah seseorang terhadap seks, sekaligus menurunkan penghambat aktivitas seksual. Jumlah yang sedikit di sini artinya tak lebih dari satu atau dua gelas minuman. Lebih dari itu, alkohol justru dapat merugikan karena zat ini juga dikenal sebagai depressan.
Alkohol justru akan membuat mandul fungsi-fungsi otak yang lebih tinggi, yang biasanya mengontrol atau menghambat impuls seksual. Lebih jauh lagi , meskipun minuman keras dapat meningkatkan gairah seks, namun juga dapat menurunkan kemampuan Anda atau secara negatif mempengaruhi respon seksual Anda.
4.) Cinta dibutuhkan untuk menikmati seks
Meskipun terdengar indah , kalimat ¨yang dibutuhkan adalah cinta¨ tidak berkaitan dengan kepuasan seksual. Tentu saja, saat seseorang jatuh cinta dan memiliki perasaan kuat pada pasangannya, pengalaman seksualya menjadi lebih baik. Namun hal ini tak bisa diterjemahkan dalam orgasme yang luar biasa.
Banyak pasangan yang binggung bahwa seks yang mereka nikmati tidak seindah seperti kehidupan cinta mereka. Apa yang mereka butuhkan untuk memahaminya adalah bahwa aktivitas seks luar biasa seharusnya diwujudkan melalui komunikasi yang lebih ketimbang apa pun. Setiap pasangan harus mendiskusikan dan mengeksplorasi apa yang membuat mereka bergairah , bagaimana mereka senang untuk disentuh, serta aktivitas seperti apa yang mereka sukai. Setiap pasangan harus menyadari bahwa belajar untuk ¨menikmati¨ satu sama lain akan menjadi mahir seperti halnya memainkan alat musik. Anda butuh latihan kerja keras, kesabaran, sebelum musik yang hasilkan sempurna dan manis.
5.) Single lebih sering ngeseks ketimbang yang berpasangan.
Meskipun kita cenderung berpikir bahwa orang yang belum menikah lebih sering melakukan seks, namun mereka yang telah menikah atau hidup bersama-lah yang justru menjadi pemenang untuk soal yang satu ini. Ini bisa terjadi karena dua hal yakni : modal dan kemudahan.
Pertama, riset menunjukkan bahwa frekuensi seks akan menurun seiring dengan lebih seringnya berlama-lama atau bermain dengan pasangan di tempat tidur. Hal ini terjadi karena aktivitas seks tersebut membutuhkan waktu dan energi yang sangat tinggi bagi pasangan.
Kedua, Anda akan mencapai jumlah seks yang optimal bila Anda hidup dengan pasangan yang dicintai. Anda juga akan memiliki kehidupan seks yang nikmat ketimbang saat masih single. Menurut penelitian, kualitas seks yang lebih tinggi akan dicapai seseorang bila telah memiliki pasangan dalam ikatan pernikahan. Hal ini terjadi karena model relasi seperti ini biasannya menawarkan komponen-komponen kunci dari eksplorasi seksual dan kesenangan yakni kepercayan dan keterikatan. (Kompas,Rabu, 20/2/2008)
Terlepas dari apakah itu fakta atau karangan belaka, banyak orang begitu senang menyebarkan rumor soal seks. Lucunya, masalah yang dialami akibat pemikiran keliru yang mengagumkan ini justru menjadi standar acuan dalam kehidupan percintaan. Bagaimana Anda tahu bahwa pengetahuan seks tersebut adalah kebenaran ?
Meski banyak sekali mitos soal seks yang beredar di masyarakat, namun setidaknya ada lima mitos paling populer yang kerap menjadi perdebatan. Berikut kelima mitos seks tersebut :
1.) Jangan ngeseks sebelum bertanding .
Sudah menjadi hal umum bahwa pelatih di banyak cabang olahraga melarang para pemainnya untuk berhubungan seks di malam sebelum pertandingan besar. Logika mereka : atlet harus mengawetkan energi dan meningkatkan agresi supaya bisa mengeluarkan kemampuan yang lebih besar. Para juara dunia tinju juga masih memegang teguh tradisi lama, bahwa mereka harus menghindari seks seminggu sebelum pertarungan, jika ingin mencapai penampilan maksimal di atas ring.
Namun begitu, banyak riset menunjukkan bahwa seks sebelum pertandingan sama sekali tak mempengaruhi penampilan atlet. Riset ahli dari College of St. Scholastica di Duluth, Minnesotta, Amerika Serikat misalnya mengungkapkan bahwa pria menunjukkan kemampuan yang baik dalam tes ketahanan saat treadmill di pagi hari usai berhubungan seks malam harinya. Hasil tes ini sama baiknya dengan ketika pria tak melakukan seks pada malam harinya.
Menurut para ilmuwan dari Italia, sejauh agresi dapat dipertahankan, peningkatan kadar testosteron yang hadir bersama aktivitas seksual dapat menyebabkan rata-rata agresi menjadi tinggi pada hari-hari berikutnya. Dengan begitu penampilan atlet akan tetap prima.
Perlu ditekankan pula, efek psikologis dari seks menjelang pertandingan sejauh ini belum diteliti. Meskipun beberapa atlet mungkin tidak terpengaruh sama sekali oleh aktivitas seksual, namun para ahli olahraga menyebutkan bahwa hubungan seks sebelum pertandingan berpotensi mempengaruhi konsentrasi para atlet .
2.) Pria mencapai puncak seksual pada usia 18, sedangkan wanita pada usia 30'an.
Dalam menyikapi mitos ini, apa yang harus dipegang teguh pikiran Anda adalah bahwa pemahaman soal puncak ini adalah menyesatkan. Puncak dari segi hormonal tidak serta merta mempengaruhi puncak dari kemampuan seksual. Lebih jauh lagi, kualitas fisik dan seksual bukan suatu hal yang sama.
Ketika hormon testosteron mencapai puncaknya pada usia 18, seorang pria cenderung belum mengalami seks terbaik dalam hidupnya sebagai remaja. Tentu saja , reaksi psikologisnya adalah ketidakpuasan tetapi reaksi ini biasanya timbul pada usia ketika seseorang lebih tertarik dan mampu melakukan hubungan intim. Seperti kebanyakan orang dewasa, kemampuan untuk mencapai kepuasan seksual memang sangat tergantung dari pengalaman dalam orgasme dan bercinta.
Sementara itu khusus untuk wanita, puncak kemampuan seksual mereka tidak pernah dinilai dari segi biologis terutama ketika kadar hormon estrogen mencapai titik tertiggi pada usia pertengahan 20-an. Kemampuan seks kaum Hawa lebih ditekankan kepada apa yang mereka alami dalam hubungan sosial.
Wanita berusia 30-an secara tipikal akan terikat suatu hubungan monogami jangka panjang khususnya ikatan pernikahan. Oleh karena itu, masyarakat memberi mereka legalitas untuk melakukan hubungan seks sebab mereka dalam hubungan yang serius.
Apa yang dapat diambil dari fakta ini? Jangan biarkan pikiran yag penuh prasangka mendikte Anda. Puncak kemampuan seksual seseorang bisa sangat bervariasi, di mana kebanyakan orang menyadari potensi penuh akan hasrat dan kemampuannya untuk lebih merasa aman secara seksual dengan diri dan pasangannya.
3.) Alkohol perbaiki kemampuan seksual.
Alkohol sejak lama dipertimbangkan sebagai aphrodisiac. Sejak dulu, manusia kerap dibayang-bayangi oleh kemampuan dan kekuatan alkohol, yang diduga mampu memperbaiki dan meningkatkan kenikmatan seksual.
Riset menunjukkan, alkohol dalam jumlah sedikit memang dapat menigkatkan hasrat dan gairah seseorang terhadap seks, sekaligus menurunkan penghambat aktivitas seksual. Jumlah yang sedikit di sini artinya tak lebih dari satu atau dua gelas minuman. Lebih dari itu, alkohol justru dapat merugikan karena zat ini juga dikenal sebagai depressan.
Alkohol justru akan membuat mandul fungsi-fungsi otak yang lebih tinggi, yang biasanya mengontrol atau menghambat impuls seksual. Lebih jauh lagi , meskipun minuman keras dapat meningkatkan gairah seks, namun juga dapat menurunkan kemampuan Anda atau secara negatif mempengaruhi respon seksual Anda.
4.) Cinta dibutuhkan untuk menikmati seks
Meskipun terdengar indah , kalimat ¨yang dibutuhkan adalah cinta¨ tidak berkaitan dengan kepuasan seksual. Tentu saja, saat seseorang jatuh cinta dan memiliki perasaan kuat pada pasangannya, pengalaman seksualya menjadi lebih baik. Namun hal ini tak bisa diterjemahkan dalam orgasme yang luar biasa.
Banyak pasangan yang binggung bahwa seks yang mereka nikmati tidak seindah seperti kehidupan cinta mereka. Apa yang mereka butuhkan untuk memahaminya adalah bahwa aktivitas seks luar biasa seharusnya diwujudkan melalui komunikasi yang lebih ketimbang apa pun. Setiap pasangan harus mendiskusikan dan mengeksplorasi apa yang membuat mereka bergairah , bagaimana mereka senang untuk disentuh, serta aktivitas seperti apa yang mereka sukai. Setiap pasangan harus menyadari bahwa belajar untuk ¨menikmati¨ satu sama lain akan menjadi mahir seperti halnya memainkan alat musik. Anda butuh latihan kerja keras, kesabaran, sebelum musik yang hasilkan sempurna dan manis.
5.) Single lebih sering ngeseks ketimbang yang berpasangan.
Meskipun kita cenderung berpikir bahwa orang yang belum menikah lebih sering melakukan seks, namun mereka yang telah menikah atau hidup bersama-lah yang justru menjadi pemenang untuk soal yang satu ini. Ini bisa terjadi karena dua hal yakni : modal dan kemudahan.
Pertama, riset menunjukkan bahwa frekuensi seks akan menurun seiring dengan lebih seringnya berlama-lama atau bermain dengan pasangan di tempat tidur. Hal ini terjadi karena aktivitas seks tersebut membutuhkan waktu dan energi yang sangat tinggi bagi pasangan.
Kedua, Anda akan mencapai jumlah seks yang optimal bila Anda hidup dengan pasangan yang dicintai. Anda juga akan memiliki kehidupan seks yang nikmat ketimbang saat masih single. Menurut penelitian, kualitas seks yang lebih tinggi akan dicapai seseorang bila telah memiliki pasangan dalam ikatan pernikahan. Hal ini terjadi karena model relasi seperti ini biasannya menawarkan komponen-komponen kunci dari eksplorasi seksual dan kesenangan yakni kepercayan dan keterikatan. (Kompas,Rabu, 20/2/2008)