Kondisi psikologis pria dapat memengaruhi minat dan selera seksual mereka. Riset menunjukkan, selera pria terhadap lawan jenis menjadi lebih bervariasi ketika dalam kondisi tertekan.
Seorang pria biasanya cenderung tertarik pada pasangan yang memiliki kemiripan wajah dengan dirinya. Tetapi hasil penelitian tentang preferensi seksual menunjukkan, pilihan pria bisa berubah akibat mengalami stres. Kala tertekan, mereka menjadi lebih terbuka pada lebih banyak variasi wanita.
Dalam kondisi rileks, pria tak jatuh hati pada pasangan yang wajahnya tak mirip dengan mereka. Para pria menilai wanita ini 14 persen kurang menarik dibandingkan yang punya kemiripan wajah dengan mereka. Namun, pada kelompok pria stres, pasangan yang wajahnya tidak mirip dengan mereka dinilai 9 persen lebih menarik.
Johanna Lass-Hennemann dari Universitas Trier Jerman yang memimpin riset ini mengatakan, temuan ini sejalan dengan hasil riset sebelumya bahwa binatang kehilangan ketertarikan seksual yang normal ketika dalam kondisi stres.
"Pria cenderung mendekati pasangan yang berbeda dan menilai ini lebih menyenangkan ketika mereka dalam kondisi stres akut. Tapi kami tidak yakin bagaimana ini dapat tecermin dalam keputusan memilih pasangan yang sebenarnya," ungkap Lass-Hennemann.
Para ahli menduga, ketertarikan memilih pasangan yang memiliki kemiripan wajah berkaitan dengan kecenderungan manusia menaruh kepercayaan lebih besar pada wajah yang familiar. Faktor ini pula yang memegang peran penting dalam menjalin hubungan jangka panjang. Akan tetapi, dalam kondisi stres, pengaruh kemiripan wajah ini tampaknya memudar.
Lass-Hennemann berspekulasi, stres mungkin meningkatkan kecenderungan pria menikahi atau bereproduksi dengan wanita yang memiliki perbedaan secara genetis. Manfaatnya adalah anak yang lahir dari hubungan ini mungkin dapat lebih tahan dan mampu mengatasi lingkungan yang penuh tekanan.
"Kami pikir bahwa lingkungan yang penuh dengan stres kronis seharusnya dapat meningkatkan perkawinan silang (outbreed). Sebab, perkawinan sedarah mungkin akan melahirkan keturunan yang tidak cukup beragam secara genetis," ujarnya.
Dalam riset yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B ini, peneliti melibatkan 50 mahasiswa heteroseksual sehat yang dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diminta mencelupkan tangannya dalam seember air dingin selama tiga menit sebelum menjalani tes. Sedangkan kelompok kedua diminta melakukan hal yang sama, tetapi dengan air yang bersuhu normal sesuai temperatur tubuh.
Peneliti juga melakukan pengukuran rata-rata detak jantung dan kadar hormon stres kortisol untuk memastikan bahwa pria pada kelompok pertama dalam kondisi yang lebih stres sebelum tes dilakukan.
Dalam tesnya sendiri, kepada para pria diperlihatkan serangkaian gambar lewat layar komputer. Beberapa di antaranya adalah gambar benda rumah tangga dan wanita telanjang. Sejumlah gambar wanita tersebut direkayasa secara digital untuk menyerupai wajah pria yang sedang diuji atau pria lain dalam kelompok penelitian.
Selama tes, sesekali diperdengarkan bunyi suara berisik untuk mengejutkan para pria dan mencatat reaksi mereka. Riset sebelumnya mengindikasikan, seseorang tidak merasakan terkejut ketika menemukan sesuatu yang menarik. Para pria ini juga diminta merata-ratakan seberapa besar mereka tertarik dan merasa terangsang.
Pada kelompok kontrol, para pria lebih tertarik pada wanita yang memiliki kemiripan wajah dengan mereka, sedangkan pada kelompok stres secara konsisten memilih dan merata-ratakan wanita yang tidak dikenal sebagai sosok yang menarik. Reaksi pada saat terkejut menegaskan ketertarikan mereka.
Sumber: The Guardian , Kompas,Jumat, 12/3/2010