KEINGINANNYA berhubungan intim sangat tinggi. Pagi, sore, dan malam dia selalu ingin bermesraan dengan suaminya. Kadang suami sampai tak mampu melayani. Betulkah itu semua merupakan tanda-tanda hiperseksual?
“Saya seorang istri berumur 34 tahun, sudah dua tahun menikah. Kami belum punya anak. Sebelum menikah saya tidak pernah melakukan hubungan seks. Pertanyaan saya, apakah tanda-tandanya bahwa seseorang hiperseks atau tidak? Masalahnya keinginan saya untuk melakukan hubungan seks tinggi sekali. Setiap malam saya selalu meminta lebih dari satu kali kepada suami.
Pagi harinya, sebelum berangkat ke kantor, saya selalu mengajaknya bermesraan sekali lagi. Sore hari, sepulangnya dari kantor, belum sampai dia istirahat dan berganti baju, saya sudah mengajaknya ke kamar. Walau tidak melakukan hubungan seks, saya tidak apa-apa. Yang penting dapat bermesraan, minimal ciuman atau saya merangsang dia.
Suami tampaknya tidak keberatan, walau kadang tidak mampu berhubungan seks lagi. Tapi saya senang kalau dia mau bermesraan dan tidak keberatan bila saya merangsangnya. Jadi, walau tidak berakhir dengan hubungan seks, saya puas.
Masalah muncul karena belum lama ini dia mengatakan, “Jangan-jangan kamu hiperseks.” Memang dia sampaikan itu sambil tertawa, tetapi saya jadi berpikir keras. Benarkah saya hiperseks, Dokter?
Saya pernah mendengar penjelasan seorang narasumber di televisi bahwa orang yang nafsu seksnya tinggi dan ingin sering berhubungan seks termasuk hiperseks. Jadi, apakah saya termasuk hiperseks? Benarkah penjelasan di televisi itu?
Mudah-mudahan tidak benar karena saya tidak ingin disebut hiperseks? Kalau benar hiperseks, apa yang harus saya lakukan? Kalau saya biarkan, apa dampak buruknya bagi hubungan dengan suami?”
Sunarti, Surabaya
Inilah jawaban dari Prof Dr Wimpie Pangkahila, Sp And, seksolog dan androlog dari Universitas Udayana.
Gejala Normal
Saya tidak mendapatkan alasan yang cukup untuk menggolongkan Ibu Sunarti sebagai seorang hiperseksual. Sebaliknya, justru saya cenderung menganggap Ibu Sunarti normal saja. Walaupun dorongan seksualnya tinggi, yang diekspresikan dengan seringnya ingin melakukan hubungan seksual, bukan berarti dia hiperseksual.
Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: hormon seks, keadaan kesehatan tubuh, faktor psikis, pengalaman seksual sebelumnya, dan rangsangan seksual yang diterima. Kalau faktor tersebut mendukung, dorongan seksual terasa kuat, dan hubungan seksual sering dilakukan.
Pada Ibu Sunarti, sangat mungkin faktor tersebut sangat mendukung sehingga dia selalu ingin melakukan hubungan seksual. Mungkin hubungan seksual yang dilakukan selalu menyenangkan. Mungkin pula kesehatan tubuhnya dan suasana psikis yang mendukungnya baik. Maka wajar kalau dia ingin mengulangi lagi pengalaman yang menyenangkan itu.
Sebaliknya, kalau faktor di atas tidak menyenangkan, wajar juga kalau tidak ingin melakukan hubungan seksual. Bahkan dorongan seksualnya justru lenyap sama sekali, dan tidak ingin melakukan hubungan seksual lagi.
Gambaran Hiperseks
Istilah hiperseksual (hypersex) menunjukkan suatu kelainan seksual berupa dorongan seksual yang sangat tinggi dan menetap. Hiperseksual memiliki beberapa gambaran sebagai berikut: Hubungan seksual merupakan kebutuhan yang tidak pernah terpuaskan, sering dilakukan di antara kesibukan; semata-mata ingin mengejar orgasme yang sering; hubungan seksual dilakukan tanpa emosi, hanya untuk kenikmatannya sendiri.
Biasanya seorang hiperseksual melakukan hubungan dengan banyak pasangan karena pasangan tetapnya tidak selalu bersedia melakukan hubungan dengan frekuensi sangat sering. Pada wanita, hiperseksual disebut nymphomania.
Kalau benar penjelasan yang didengar Ibu Sunarti di TV bahwa orang yang sering kali ingin melakukan hubungan seksual digolongkan hiperseksual, wah, alangkah banyaknya orang yang hiperseksual di muka bumi ini. Penjelasan itu tidak benar dan menyesatkan.
Kalau suami tidak mampu memenuhi permintaan istri untuk sering melakukan hubungan seksual, bukan berarti istri hiperseks. Sebaliknya, kalau istri tidak mampu memenuhi permintaan suami, bukan berarti suami hiperseksual.
Mudah-mudahan gambaran di atas tidak dialami Ibu Sunarti. Terbukti, dia merasa cukup hanya dengan bermesraan atau merangsang suami. Keadaan seperti ini tidak dijumpai pada orang hiperseksual karena yang dikejar semata-mata kenikmatan seksual atau orgasme, tanpa keterlibatan emosi.
Kemauan dan Kemampuan
Dengan keinginan istri untuk sering berhubungan seks, sepanjang tidak ada keluhan dari suami, maka tidak ada yang mesti dirisaukan. Tidak ada dampak buruk sepanjang dilakukan sesuai dengan kemauan dan kemampuan bersama.
Andaikata suatu saat suami tidak mampu memenuhi keinginan istri untuk melakukan hubungan seksual yang sering, dan itu sampai mengganggu, tentu harus dicarikan jalan keluar.
Misalnya mencari cara substitusi, misalnya suami melakukan masturbasi terhadap istri, atau boleh juga menggunakan alat bantu yang benar. Namun, sesuai pengakuan Ibu Sunarti yang tidak selalu harus dipenuhi dengan hubungan seksual, tampaknya masalah itu tidak akan terjadi.
Perkembangan lebih lanjut akan menentukan bagaimana kehidupan seksual Ibu Sunarti dan bagaimana pula suaminya. Bukan tak mungkin frekuensi berkurang, misalnya karena kesibukan fisik dan mental setelah punya anak.
Perubahan seperti ini sangat mungkin dan wajar terjadi. Perubahan apa pun yang terjadi, hal penting yang harus diperhatikan ialah kehidupan seksual dengan pasangan harus berlangsung harmonis. Kalau tidak, dapat muncul masalah. (Kompas,Selasa, 23/12/2008 )