BANYAK orangtua terkejut saat mengetahui anaknya memainkan alat kelaminnya sendiri. “Apakah anak saya normal? Apakah dia mengalami kelainan seksual?” Begitu biasanya yang terbersit dalam benak para orangtua. Bagi anak, memegang atau menyentuh alat kelamin merupakan eksplorasi terhadap tubuhnya. Sama seperti saat ia menyentuh tangan dan anggota tubuh lainnya.
Selain memegang, kadang juga ada beberapa gerakan seperti kaki yang dijepitkan satu sama lain saat anak sedang duduk atau telentang yang mengarah pada masturbasi. Masturbasi merupakan aktivitas yang lazim terjadi pada anak, sebagai bagian dari proses perkembangannya. Biasanya anak laki-laki maupun perempuan bermain dengan alat genitalnya pada usia 5-6 tahun. Di usia batita, hal ini juga bisa terjadi.
Kekhawatiran orangtua menyangkut masturbasi bisa dipahami karena mereka umumnya menyamakannya dengan perbuatan orang dewasa. Konsep seksual tidak ada dalam otak anak. Hanya rasa enak dan nyaman yang dirasakan oleh anak saat melakukan masturbasi. “Masturbasi merupakan bagian normal dari tingkah laku seksual manusia,” ungkap Dr. Jimmy Passat, Sp.A(K), Staf Divisi Saraf Anak FKUI/RSCM.
“Masturbasi atau merangsang alat genital diri sendiri merupakan tingkah laku manusia yang umum dan dapat ditemukan mulai usia 2 bulan. Bahkan, pernah dilaporkan masturbasi terjadi pada janin,” kata dokter spesialis anak lulusan FKUI ini. Aktivitas masturbasi pada bayi dan anak, menurut Dr. Jimmy sulit dikenali. Ini karena masturbasi sering dilakukan tanpa merangsang genital, sehingga sering dianggap sakit perut atau epilepsi saat anak merasakan enak. Namun, bila diamati lebih lanjut, akan terlihat aktivitas masturbasi.
Dalam gambar hasil rekaman yang ditunjukkan oleh Dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K), anak yang sedang tidur telentang, terlihat wajar saja. Namun, jika diamati lebih lanjut, kaki anak itu bersilangan seperti menjepit. “Itu adalah masturbasi yang dilakukan anak. Saat merapatkan dan menyilangkan paha, anak menggerak-gerakkan paha ke depan dan belakang hingga berkeringat,” ujar Dr. Hardiono.
Bentuk lain masturbasi bisa terlihat dari perilaku anak menempelkan kelamin di sisi meja dengan posisi menggantung. Anak terlihat sangat menikmati aktivitas tersebut.
Alihkan Perhatian
Apa yang sebaiknya dilakukan orangtua jika menyaksikan anaknya masturbasi? Yang jelas, anak dapat dihentikan dari aktivitasnya itu dengan cara mengalihkan perhatiannya. Boleh jadi anak akan merasa tidak senang atau marah bila aktivitasnya diganggu, tetapi itu tidak jadi soal. “Orangtua bisa menghentikan kegiatan tersebut dengan mengatakan bahwa hal itu dapat membuat kelamin kemasukan kotoran dan terjadi infeksi,” ujar Dra. Diennaryati Tjokro, MPsi., psikolog dari UI.
Yang perlu dipahami orangtua adalah bahwa jika anak dimarahi akibat perilakunya itu, ia akan mengalami trauma seksual yang akan berdampak hingga dewasa. Akan terbentuk dalam pikirannya bahwa alat kelamin adalah sesuatu yang tidak baik dan harus dihindari. Akibatnya, kelak bisa terjadi anak mengalami gangguan fungsi seksual.
Masturbasi tidak membahayakan tubuh. Demikian yang sering dikatakan oleh pakar seksologi, Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And. Masturbasi juga bukan tindakan abnormal atau berlebihan, kecuali bila dilakukan secara sengaja di depan umum setelah usia 5 atau 6 tahun.
Orangtua tidak perlu khawatir bahwa masturbasi akan membuat anak kelebihan aktivitas seksual. Anak melakukannya beberapa kali sehari atau bahkan hanya satu kali dalam seminggu. Biasanya aktivitas itu terjadi saat anak sedang tidur, bosan, menonton televisi, atau stres.(Kompas,Jumat, 23/5/2008)