MEDIA massa dituntut lebih selektif memuat iklan-iklan produk kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan masalah reproduksi dan seksualitas. Saat ini, masih banyak media massa yang memuat iklan-iklan bohong yang sebenarnya menyesatkan dan merugikan masyarakat.
"Ngomongin iklan bohong, masyarakat kita masih dianggap orang bodoh. Maka dari itu saya meminta kepada media massa, bantulah agar masyarakat kita tidak tertipu oleh iklan dimuat media massa. Cobalah untuk lebih selektif, agar tidak memuat iklan-iklan bohong seperti itu," ungkap Profesor Dr. dr Wimpie Pangkahila, Sp And, FAACS, Ketua Pusat Studi Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana saat peluncuran situs informasi seputar disfungsi ereksi dan seksualitas vi-lounge.com di Jakarta, Jumat (8/9) lalu.
"Ngomongin iklan bohong, masyarakat kita masih dianggap orang bodoh. Maka dari itu saya meminta kepada media massa, bantulah agar masyarakat kita tidak tertipu oleh iklan dimuat media massa. Cobalah untuk lebih selektif, agar tidak memuat iklan-iklan bohong seperti itu," ungkap Profesor Dr. dr Wimpie Pangkahila, Sp And, FAACS, Ketua Pusat Studi Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana saat peluncuran situs informasi seputar disfungsi ereksi dan seksualitas vi-lounge.com di Jakarta, Jumat (8/9) lalu.
Wimpie menyatakan keprihatinannya mengingat masih banyak masyarakat menjadi korban penggunaan obat-obatan dan layanan medis ilegal yang diiklankan di surat kabar, radio, internet atau pun media lainnya.
Salah satu bukti masih maraknya obat ilegal adalah temuan Badan POM belum lama ini yang mengumumkan sekitar 54 produk terlarang. Obat ini, kata Prof Wimpie, sebagian besar dengan merek jamu dan isinya adalah ramuan herbal dicampur bahan kimia termasuk di antaranya bahan yang terkandung dalam obat pil biru atau viagra.
"Ini sangat berbahaya bagi masyarakat, karena mereka mamahaminya sebagai obat tradisional yang betul-betul dari tanaman, padahal ternyata tidak," tegasnya.
Contoh lain dari iklan bohong, lanjut Prof Wimpie, adalah layanan untuk menambah dan memperbesar ukuran penis yang sangat menyesatkan dan telah memakan banyak korban pria.
"Ini jelas bohongnya seribu kali bohong dan sangat merugikan. Banyak sekali pria bodoh yang menjadi korban iklan itu dan tak sedikit yang harus menjalani operasi untuk memperbaikinya," terang Prof. Wimpie.
Sementara itu Senior Product Manager PT Pfizer Indonesia Dr. Andini W. Suhardi, menyarankan masyarakat untuk tidak mencari solusi sembarangan mengatasi masalah kesehatan termasuk perihal kesehatan reproduksi dan seksualitas. Andini membenarkan masih banyak pria lebih suka mengatasi problem seksualnya dengan jalan pintas dan tergiur iklan menyesatkan di media massa.
"Dalam mengatasi masalah, jangan mencari solusi sembarangan. Datanglah ke dokter yang tepat untuk berkonsultasi, sehingga akan diketahui dan diatasi sumber penyebabnya. Kini banyak iklan menyesatkan yang menawarkan solusi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ini patut dihindari karena justru bisa memperburuk keadaan," ujar Dr Andini. (Kompas)