Satu di antara delapan wanita berisiko terkena kanker payudara. Kendati terjadi penurunan angka kematian, angka kejadiannya terus meningkat, termasuk di Indonesia.
Kenaikan angka kejadian kanker tersebut karena makin banyaknya pasien yang terdeteksi kanker pembunuh nomor dua setelah kanker paru ini. Secara keseluruhan, hampir satu juta wanita mengalami kanker payudara setiap tahunnya. Di Amerika Serikat saja, jumlah pasien yang terdiagnosis kanker payudara tahun lalu diperkirakan mencapai 250.000. Sebanyak 40.000 di antaranya meninggal dunia. "Di Indonesia, kurva angka kejadian meningkat pada usia di atas 30 tahun,dan yang paling tinggi pada kelompok usia 45-66 tahun," kata staf Tim Kerja Kanker Payudara RS Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta dr Samuel J Haryono SpB(K) Onk.
Sekalipun 5 persen-10 persen kanker payudara disebabkan faktor yang diwariskan, tapi faktor lain seperti gaya hidup yang buruk diduga turut berperan. Itulah sebabnya, kesadaran deteksi dini tak pernah bosan didengungkan. Hal ini penting untuk mengetahui adanya pertumbuhan sel kanker ataupun mencegah penyebaran ke jaringan lainnya. Jika ternyata terdeteksi terkena kanker, minimal dokter dapat melakukan upaya yang bertujuan memperpanjang harapan hidup pasien.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan peneliti dari Universitas Otagodi Selandia Baru melaporkan, skrining atau deteksi dini kanker payudara pada wanita lanjut usia dapat menyelamatkan hidup 34 pasien per tahun. Survei yang dilakukan sekolah kedokteran Dunedin juga me-nyebutkan bahwa skrining yang dilakukan pada wanita usia 50-69 tahun terbukti mengurangi angka kematian akibat kanker payudara sebanyak 6 persen-8 persen atau sekitar 20-34 pasien. Dengan melakukan skrining pada usia lebih muda (mulai 45 tahun) juga diperkirakan mencegah 1-7 kematian pasien. "Penelitian ini masih dalam skala kecil. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam deteksi dini, terutama pada wanita lanjut usia, diperlukan metode skrining yang lebih baik dan mudah," saran staf penulis studi, Prof Brian Cox.
Sementara itu di RSKD sebagai pusat rujukan kanker di Indonesia, angka pasien kanker payudara terbilang paling tinggi dan selalu berfluktuasi dengan "rekan sejawatnya", yaitu kanker leher rahim. Pada tahun 2000, pasien yang didiagnosis terkena kanker stadium 3 atau 4 berkisar 60 persen - 70 persen, dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. "Rata-rata pasien yang datang sudah stadium 2B ke atas. Ini bukti masih rendahnya kesadaran check-up payudara," ucap spesialis bedah onkologi RSKD, dr Sutjipto SpB Onk.
Hal yang patut disayangkan lagi, di antara pasien yang terdeteksi banyak yang tidak memeriksakan kembali. Selain faktor finansial dan kesibukan kerja, ketakutan akan serangkaian terapi yang harus dijalani seperti biopsi, operasi, kemoterapi dan radiasi, merupakan salah satu penyebab keengganan penderita untuk melanjutkan pengobatan di rumah sakit.
Padahal, teknologi pengobatan kanker saat ini sudah canggih dan kemungkinan sembuh selalu ada jika pengobatan dilakukan dengan benar dan ditemukan dalam stadium awal. Terapi kanker payudara dapat dilakukan secara lokal maupun sistemik. Terapi lokal yang meliputi pembedahan dan radiasi digunakan untuk mengangkat, menghancurkan atau mengontrol sel kanker pada area tertentu seperti pada payudara. Adapun terapi sistemik seperti kemoterapi dan terapi hormon berfungsi menghancurkan sel-sel kanker di seluruh tubuh.
Dalam konferensi tahunan ke-43 American Society of Clinical Oncology (ASCO) yang berlangsung tahun lalu di Chicago, para ahli juga menyoroti terapi baru kanker dengan obat-obatan bertarget (tareted cancer therapy drugs) dan efektivitasnya terhadap beberapa jenis penyakit. Secara umum, obat-obatan ini difungsikan menyerang atau mengikat molekul tertentu yang menjadi pemicu pertumbuhan tumor (kanker) dan mengontrol aliran darah.
Sumber: Okezone