APAKAH wajar berhubungan seks antara dua hingga tiga kali dalam sehari? Pertanyaan seperti itu sering diajukan oleh orang-orang yang baru saja menikah. Memang, pada awal pernikahan gairah seks seseorang mirip dengan musafir yang menemukan segelas air di padang tandus. Ingin segera dihabiskan saat itu juga.
Ada yang bilang, bahwa dalam pernikahan itu ibarat membuka suatu katup dari gairah seksual. Katup yang tertutup sebelumnya kemudian dibuka, sehingga logis jika gairah seks yang terbendung ini akan menjadi banjir pada tahun-tahun pertama atau bulan-bulan pertama pernikahan. Gairah seksual yang timbul akan sangat hebat, terus menerus sampai melakukan hubungan seks sampai 3 hingga 4 kali dalam sehari. Hitungan 3 hingga 4 kali sehari itu masih merupakan angka yang kecil, karena sebagian orang melakukannya sampai 10 atau 12 kali dalam sehari semalam, bahkan ada juga yang sampai 20 kali dalam sehari semalam.
Itulah yang kita kenal dengan sebutan berbulan madu setelah menikah. Apalagi banyak orang mengambil cuti setelah menikah. Melakukan bulan madu, mungkin mereka pergi ke tempat yang jauh supaya tidak terganggu. Karena pada saat itu mereka dapat melakukan hubungan seks sesering mungkin tanpa ada gangguan dari lingkungan. Itu suatu proses yang sangat normal. Gairah seks yang sudah tersalurkan akan menjadi normal kembali.
Pada pasangan yang baru menikah, dan tidak ingin segera hamil, sehingga melakukan hubungan seks sesering mungkin tanpa diganggu oleh kehamilan. Silakan menggunakan kontrasepsi pada 3 hingga 6 bulan pertama bila semuanya sudah berjalan dengan normal. Pola hubungan seks pada awal perkawinan yang mula-mula begitu tinggi kemudian makin lama makin dikurangi, merupakan hal yang normal.
Sebenarnya frekuensi hubungan seks yang normal itu sangat relatif, karena sangat banyak sekali faktor yang tersangkut di situ. Pertama, tingkat gairah suami/istri dan yang kedua adalah berapa baiknya kerja sama seksual antara suami dan istri, karena kerja sama seksual yang tidak baik akan menyebabkan kualitas hubungan seks yang kurang baik. Kualitas hubungan seks yang tinggi itu harus membuat seks begitu dinikmati oleh kedua belah pihak. Jadi bukan seperti melakukan masturbasi.
Banyak sekali suami yang melakukan masturbasi dalam perkawinan dengan istri. Contohnya adalah dia melakukan hubungan seks dengan sangat cepat kemudian langsung berbalik badan dan tidur tanpa mempedulikan istrinya. Ini tidak ada bedanya dengan melakukan masturbasi, hanya mementingkan diri sendiri serta tidak memperhatikan istrinya.
Kerja sama yang baik itu juga membutuhkan selera yang sama. Kalau misalnya suami senang melakukan posisi yang aneh-aneh dan istrinya juga senang, maka hal itu bisa dinikmati berdua. Sebaliknya kalau suaminya senang berhubungan sambil berdiri tapi istri menolak karena dia merasa sakit, tentu saja hal ini akan mengurangi gairah dan hubungan seksnya menjadi kurang baik.
Jadi kesimpulannya, frekuensi hubungan seks sangat dipengaruhi oleh kualitas daripada seks itu sendiri. Kalau kualitas hubungan seksnya baik, maka ini akan menyebabkan pasangan suami istri terus menerus menginginkan hubungan tersebut tanpa mempedulikan berapa kali mereka melakukannya dalam sehari.