MENGAPA naskah ini berjudul "Malam Pengantin Yang Tertunda". Memang, banyak faktor yang mempengaruhinya, sehingga ada sebagian mempelai yang tidak sempat menikmati malam pertama seutuhnya. Malam pertama yang dimaksudkan adalah malam seusai resepsi perkawinan yang meriah dan dihadiri tamu-tamu penting dan seluruh kerabat. Dalam era modern sekarang ini, biasanya mempelai yang menyelenggarakan resepsi di ballroom sebuah hotel tentu akan mendapat "hadiah" menginap satu malam di hotel tersebut.
Malam pengantin yang tertunda, bisa terjadi -- yang ini sering dialami oleh sebagian mempelai - karena mempelai wanita sedang menstruasi (datang bulan). Tentu saja bagi mempelai pria yang beradab dan menjunjung tinggi moral keagamaan yang dianutnya, ia tidak akan mendesak untuk segera melakukan upacara "buka durian". Meski ada pakar kesehatan yang tidak melarang untuk melakukan hal itu, namun dilihat dari segi kesehatan dan ajaran agama, sebaiknya mempelai pria bisa menahan diri menunggu sampai mempelai wanitanya "bersih" kembali.
Namun apakah dengan adanya kendala itu, kedua mempelai harus saling diam saja, atau paling banter mempelai pria hanya memeluk guling di kamarnya yang indah? Tidak juga. Banyak aktivitas seksual yang bisa dilakukan, tanpa menyentuh bagian yang memang sedang dalam keadaan "kurang sempurna" itu. Misalnya saling cium, kecup, raba atau gosok bagian-bagian yang menimbulkan sensasi, dan diarahkan untuk memancing kegembiraan dan kegairahan untuk menghadapi hubungan seksual yang seutuhnya.
Berdasarkan pengamatan, tingkat berpacaran di kalangan remaja masa kini memang sudah banyak yang menjurus pada pelatihan hubungan seks yang tertunda. Istilah petting, percumbuan panas tanpa penetrasi alat vital seks masing-masing, banyak dilakukan oleh para remaja di kota-kota besar di Indonesia. Pacaran sampai tingkat petting juga banyak dilakukan oleh mahasiswi yang kos sendirian dan tahu menjaga nilai-nilai keperawanannya sampai tingkat yang sebenarnya sudah membahayakan.
Karena organ utama mempelai wanita sedang dalam keadaan "kurang sehat", sementara nafsu berahi mempelai pria sudah sampai ke ubun-ubun, maka satu-satunya jalan adalah melakukan petting. Ini juga hampir sama dengan persetubuhan, namun tanpa penetrasi. Dengan melakukan petting mempelai pria maupun wanita bisa mendapat kepuasan yang maksimal, namun tentu saja tidak total.
Dalam melakukan petting, baik mempelai pria maupun wanita harus sama-sama bugil. Mempelai wanita, karena sedang mengalami gangguan pada organ utamanya, dianjurkan tetap memakai celana dalam. Aktivitas dari percumbuan yang tidak tuntas ini, sebaiknya dilakukan oleh mempelai pria, dengan batasan tertentu. Misalnya, ciuman, gelitikan, rabaan atau remasan tangannya bisa dilakukan dari wajah sampai ke sekitar pusat. Lebih dari itu, adalah zone terlarang !
Akibat aktivitas yang tinggi ini, mempelai pria yang sehat tentu akan mengalami sensasi yang luar biasa. Organ utamanya akan menegang, dan nafasnya pun kian memburu. Sementara mempelai wanita pun mengalami hal yang sama. Ciuman.,rabaan dan remasan yang dilakukan oleh pasangannya di sekujur tubuhnya yang indah, tentu akan menciptakan sensasi yang luar biasa. Yang akan terasa adalah puting payudaranya mengeras, dan ada denyar-denyar yang terjadi di sekitar organ utamanya.
Jika sudah begini, apa yang sebaiknya dilakukan oleh mempelai wanita? Ketahuilah, mempelai pria pasti akan menunggu aktivitas dari kedua tangan mempelai wanita terhadap organ yang dibanggakannya itu. Maka saran pakar seks, genggamlah atau pijit dengan halus organ utama mempelai pria itu. Usapan-usapan lembut yang dilakukan oleh mempelai wanita terhadap daerah di sekitar organ utama pria itu juga akan melahirkan sensasi yang luar biasa.
Jika kedua orang yang saling mencinta itu sudah melakukan aktivitas ciuman dan remasan yang teratur, tanpa menyentuh bagian organ mempelai wanita yang sensitif, pencarian ke arah kenikmatan seksual tanpa penetrasi bisa dilakukan oleh pihak mempelai wanita. Tentu saja dalam hal ini, mempelai pria menjadi pihak yang diuntungkan. Dalam posisi seperti ini, akhirnya mempelai wanita menjadi "pelayan kepuasan" bagi mempelai pria, yang sesuai dengan kodratnya harus mengalami sesuatu pelampiasan di akhir perjalanan menuju permainan seks yang sempurna.
Boleh jadi masih ada kalangan yang menolak untuk melakukan oral seks. Ada kalangan yang menganggap bahwa oral seks hanya pantas dilakukan oleh wanita-wanita liar penjaja cinta sekejap. Permainan cinta dengan menggunakan organ mulut itu, dianggap tabu, menjijikkan dan dilarang oleh agama. Tapi karena kupasan naskah ini tidak akan menyentuh masalah tabu dan larangan agama, dan semata-mata terpusat pada pendidikan seks yang baik dan sehat, maka masalah oral seks agaknya bisa difahami hanya untuk kesenangan seks belaka.
Jika kedua mempelai itu sama-sama sehat, percumbuan sampai tingkat oral seks masih bisa ditolerir. Apalagi dalam kasus ini, organ utama mempelai wanita berhalangan untuk menerima penetrasi organ utama mempelai pria. Oral seks yang sehat, dapat dilakukan mempelai wanita dengan cara seperti ia menjilat es krim dari tempatnya yang berupa kerucut itu. Atau ia menjilat seluruh batang tubuh organ mempelai pria, atau mengulum dan sesekali menggigit (awas, jangan sampai berdarah!) organ utama dari orang yang sangat dicintainya itu. Bagi kebanyakan pria, tingkat permainan seks seperti ini bisa menimbulkan orgasme yang memang dinanti-nantinya. Untuk jelasnya, nantikan kupasan tentang oral seks dalam tulisan berikutnya. sumber :flexiland