Conus geographus, siput beracun yang banyak dijumpai di bawah laut tropis khususnya Indonesia dan philiphina. Racun yang dikeluarkan berupa ratusan polipeptida toksik yang digunakan untuk membunuh ikan yang akan dimakan, mengingat binatang ini bersifat karnifora. Salah satu polipeptidnya yang bernama omega-conotoxin MVIIA telah di setujui oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika untuk obat nyeri pada pasien kanker, AIDS dan ganguan syaraf tertentu.
Obat ini di produksi oleh Elan Corporation dengan nama dagang prialt (ziconotide intratechal infusion) dan tercatat sebagai obat pertama yang dikode oleh gene invertebrata dipakai di klinik. Omega-conotoxin MVIIA dapat menghambat transportasi kalsiun di dalam sel saraf yang akan menghantarkan sinyal rasaya nyeri. Di samping juga dari hasil percobaan bahwa senyawa ini memiliki kemampuan penghilang rasa sakit seribu kali lebih ampuh di banding morphine. Salah satu keunggulannya adalah senyawa peptida ini mirip dengan neuropeptida sehingga akan terhindar dari ketergantungan/ketagihan akan obat tersebut.
Senyawa obat ini buah dari penelitian Dr Baldomero M. Olivera, warga Negara philipina yang sekrang bekerja di universitas Utah, Amerika serikat. Pada 1970, Dr olivera berkeinginan melakukan penelitian di philipina, karena tidak memiliki fasilitas di laboratoriumnya akhirnya menentukan pilihan meneliti siput beracun jenis Conus geographus. Namun berkat kerja keras dan ketekunannaya akhirnya penelitiannya membuahkan hasil yang cukup gemilang dan membantu para penderita nyeri yang banyak dialami oleh manusia dengan berbagai sebab.
Ini memberikan teladan bagi para peneliti di Negara-negara yang tidak cukup memeiliki banyak dana penelitian, seperti Indonesia untuk menirustrategi dan usaha kerasnya dalam meneliti.
Sampai saat ini Dr olivera telah berhasil memurnikan 150 peptida dari venom tersebut dan telah mengetahui urutan asam amino lebih dari 2000 jenis peptida racun yang dihasilkan oleh conus/siput laut. Peptida-peptida yang dihasilkan oleh siput ini umumnya memiliki panjang 12 sampai 35 asam amino dan memiliki daya ikat spesifik ke permukaan sel atau reseptornya. Sehingga bekerjanya senyawa tersebut bersifat spesifik sehingga sangat cocok untuk obat. Keunggulan lain senyawa ini adalah sangat cepat beraksi didalam sel serta sangat gampang untuk memproduksinya.
Selain Omega-conotoxin MVIIA, masih ada beberapa senyawa lain yang telah di ujicobakan pada pasien diantaranya Contulakin-G yang bisa di gunakan untuk mengobati epilepsy. Mengingat ada sekitar lebih dari 500 spesies dari siput ini, dan jika masing-masing siput memiliki 50-200 senyawa aktif maka dapat diperkirakan masih ada lebih dari 50000 jenis senyawa aktif yang perpotensi untuk obat-obatan yang belum terungkap.
Indonesia yang kaya laut dan kaya invertebrata-nya termasuk spesies conus tersebut, maka penemuan tersebut membuka peluang besar untuk peneliti Indonesia mengali potensi alamnya untuk penemuan obat baru dan pada akhirya akan mendatangkan devisa dan kemakmuran masyarakat.Widodo, Tsukuba University
sumber : beritaiptek
Obat ini di produksi oleh Elan Corporation dengan nama dagang prialt (ziconotide intratechal infusion) dan tercatat sebagai obat pertama yang dikode oleh gene invertebrata dipakai di klinik. Omega-conotoxin MVIIA dapat menghambat transportasi kalsiun di dalam sel saraf yang akan menghantarkan sinyal rasaya nyeri. Di samping juga dari hasil percobaan bahwa senyawa ini memiliki kemampuan penghilang rasa sakit seribu kali lebih ampuh di banding morphine. Salah satu keunggulannya adalah senyawa peptida ini mirip dengan neuropeptida sehingga akan terhindar dari ketergantungan/ketagihan akan obat tersebut.
Senyawa obat ini buah dari penelitian Dr Baldomero M. Olivera, warga Negara philipina yang sekrang bekerja di universitas Utah, Amerika serikat. Pada 1970, Dr olivera berkeinginan melakukan penelitian di philipina, karena tidak memiliki fasilitas di laboratoriumnya akhirnya menentukan pilihan meneliti siput beracun jenis Conus geographus. Namun berkat kerja keras dan ketekunannaya akhirnya penelitiannya membuahkan hasil yang cukup gemilang dan membantu para penderita nyeri yang banyak dialami oleh manusia dengan berbagai sebab.
Ini memberikan teladan bagi para peneliti di Negara-negara yang tidak cukup memeiliki banyak dana penelitian, seperti Indonesia untuk menirustrategi dan usaha kerasnya dalam meneliti.
Sampai saat ini Dr olivera telah berhasil memurnikan 150 peptida dari venom tersebut dan telah mengetahui urutan asam amino lebih dari 2000 jenis peptida racun yang dihasilkan oleh conus/siput laut. Peptida-peptida yang dihasilkan oleh siput ini umumnya memiliki panjang 12 sampai 35 asam amino dan memiliki daya ikat spesifik ke permukaan sel atau reseptornya. Sehingga bekerjanya senyawa tersebut bersifat spesifik sehingga sangat cocok untuk obat. Keunggulan lain senyawa ini adalah sangat cepat beraksi didalam sel serta sangat gampang untuk memproduksinya.
Selain Omega-conotoxin MVIIA, masih ada beberapa senyawa lain yang telah di ujicobakan pada pasien diantaranya Contulakin-G yang bisa di gunakan untuk mengobati epilepsy. Mengingat ada sekitar lebih dari 500 spesies dari siput ini, dan jika masing-masing siput memiliki 50-200 senyawa aktif maka dapat diperkirakan masih ada lebih dari 50000 jenis senyawa aktif yang perpotensi untuk obat-obatan yang belum terungkap.
Indonesia yang kaya laut dan kaya invertebrata-nya termasuk spesies conus tersebut, maka penemuan tersebut membuka peluang besar untuk peneliti Indonesia mengali potensi alamnya untuk penemuan obat baru dan pada akhirya akan mendatangkan devisa dan kemakmuran masyarakat.Widodo, Tsukuba University
sumber : beritaiptek