Menurut sebuah penelitian terbaru, terapi dengan menggunakan mikroorganisme Lactobacillus reuteri diketahui dapat mengurangi gejala kolik pada bayi.
Probiotik adalah mikroorganisme yang dapat membantu mengatur keseimbangan alami dari “bakteri baik” yang terdapat dalam saluran pencernaan. Keseimbangan itu dapat mengalami perubahan akibat obat antibiotik atau faktor lainnya sehingga menyebabkan sistem pencernaan menjadi tidak seimbang. Meskipun demikian, penyebab kolik tidak diketahui dan diduga berhubungan dengan nyeri akibat adanya gas dalam sistem pencernaan.
Sebuah studi yang pernah dipublikasikan dalam Journal Pediatrics melibatkan 90 bayi menyusui yang mengalami kolik. Usia dan berat badan mereka hampir sama, serta waktu dan cara menangisnya pun juga sama. Mereka secara acak diberikan terapi menggunakan simetichone atau L.reuteri. Sebanyak 41 anak diberikan terapi dengan probiotik (L.reuteri) dan 42 anak diberikan simetichone, kemudian dilakukan pemantauan selama 28 hari.
Dalam 7 hari terapi, anak yang diberikan L.reuteri mengalami perbaikan kolik yang bermakna dibandingkan dengan anak yang menggunakan simethicone. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa 95% bayi yang diterapi memberikan respon yang baik dengan pemberian L.reuteri dibandingkan bayi yang diberikan simethicone, yaitu hanya 7%.
Mereka yang diterapi dengan L.reuteri menunjukkan tanda penurunan frekuensi menangisnya. Orang tuanya melaporkan bahwa kelompok anak yang diterapi dengan L.reuteri menangis 51 menit perhari, sedangkan kelompok anak yang diberikan simethicone waktu menangisnya 145 menit perhari.
Sebenarnya keamanan dari profil probiotik tersebutlah yang menjadi pilihan para ibu untuk memberikannya bersamaan dengan ASI yang diberikan untuk mencegah kolik pada bayinya.
Hingga kini tidak diketahui secara tepat bagaimana L.reuteri bekerja, kemungkinan disebutkan karena L.reuteri dapat meningkatkan kerja anti inflamasi di usus dan memiliki efek penting terhadap respon imun serta pergerakan sistem pencernaan.
Para peneliti juga menyebutkan bahwa ibu yang mengatur makanan bayinya sehingga rendah kandungan alergen diduga akan menurunkan kejadian kolik pada bayi tersebut.
Sumber : Journal Pediatrics