Disfungsi ereksi (DE) atau secara awam disebut impoten, lebih banyak disebabkan (80 persen) karena masalah fisik. DE dengan kasus psikologis hanya sekitar 20 persen, demikian hasil survei sia Pacific Sexual Health and Overall Wellness (APSHOW) pada 2008 di 13 negara termasuk Indonesia.
DE bisa disebabkan karena faktor psikologis, seperti perasaan cemas, stres, perasaan bersalah tentang seksual, kelelahan, masalah dalam hubungan, perasaan kepada pasangan, atau depresi. Namun, kontribusinya lebih kecil dari gangguan fisik.
Kaitannya dengan fisik, ereksi adalah mekanisme hidrolik karena adanya aliran deras darah memasuki dan bertahan di penis. Nah, proses ini bisa terhambat karena gangguan fisik. Seperti kondisi pembuluh darah, efek alkohol berlebihan, efek samping pengobatan, diabetes, fungsi syaraf abnormal, kekurangan hormon, operasi pengangkatan prostat karena kanker, atau karena merokok.
Bagaimanapun juga DE adalah masalah kompleks, yang merupakan gabungan antara kognitif, perilaku, emosi, sosial, dan komponen fisik yang disebutkan sebelumnya. Penting diketahui bahwa DE bisa disembuhkan dengan terapi (melalui konseling dengan dokter spesialis andrologi dan seksologi), atau dengan obat-obatan berdasarkan resep dokter.
Ketua Asosiasi Seksologi Indonesia Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, menjelaskan bahwa banyak pria salah kaprah, dengan mengatasi impotensi dengan pembesaran penis misalnya, atau termakan iklan melalui obat-obatan tertentu.
"Viagra memang bisa memperbaiki fungsi ereksi, namun perlu resep dokter untuk mengonsumsinya, tak bisa sembarangan seperti banyak diiklankan di pinggir jalan," kata Prof Wimpie dalam talkshow seputar kekerasan ereksi beberapa waktu lalu.
Idealnya memang, pria bisa mempertahankan ereksi hingga pasangannya orgasme. Karenanya jika memiliki masalah ereksi sebaiknya mulai terbuka membicarakannya. Anda bisa berkonsultasi kepada pakar, dan lebih penting lagi mencari solusi bersama pasangan.
"Penting juga dicermati, pria yang mengalami ejakulasi dini ereksinya normal. Tetapi pria dengan disfungsi ereksi sudah pasti ejakulasi dini. Jadi belum tentu pria dengan ejakulasi dini mengalami disfungsi ereksi," kata Prof Wimpie. Ditegaskannya, pria perlu mengenali masalahnya agar bisa menemukan solusi yang tepat agar kualitas hubungan seksual pasutri lebih memuaskan.
Kondisi puncak pria adalah 30 tahun, setelahnya kondisi fisik mulai menurun. Karena itu risiko penurunan kualitas kebugaran tubuh, dan penurunan kualitas ereksi bisa diminimalisasi dengan olahraga teratur, dan gaya hidup lebih sehat.(Kompas,Selasa, 6/7/2010)