Ketagihan Narkotik adalah ketergantungan fisik dan psikologis yang kuat, suatu keinginan yang kuat untuk terus menerus menggunakan narkotika.
Karena timbul toleransi, maka untuk menghasilkan efek yang sama, dosisnya harus ditingkatkan dan untuk mencegah gejala putus obat, maka diperlukan pemakaian terus menerus dari narkotika yang sama atau yang mirip.
Narkotik yang sah digunakan secara medis sebagai pereda nyeri yang sangat kuat disebut opioid dan terdiri dari:
- Kodein (memiliki potensi ketergantungan yang rendah)
- Oksikodon (sendiri maupun dalam berbagai kombinasi, misalnya oksikodon dengan asetaminofen)
- Meperidin
- Morfin
- Hidromorfon.
Heroin merupakan salah satu narkotik yang paling kuat.
Toleransi dan gejala putus obat yang ringan dapat terjadi dalam waktu 2-3 hari dari pemakaian yang berkelanjutan.
Kadang gejala putus obat terjadi ketika obat dihentikan.
Sebagian besar narkotik dalam jumlah yang sama dapat menimbulkan derajat toleransi dan ketergantungan fisik yang sama.
Para pecandu bisa mengganti satu jenis narkotik dengan yang lainnya.
Pecandu yang telah mengalami toleransi mungkin hanya menunjukkan sedikit gejala dari penggunaan obat dan berfungsi secara normal di dalam kehidupan sehari-harinya selama mereka mengkonsumsi narkotik.
Orang yang mendapat narkotik untuk mengobati nyeri yang hebat, memiliki resiko yang sangat kecil untuk menjadi pecandu jika mereka menggunakannya sesuai dengan yang diresepkan.
GEJALA
Narkotik yang digunakan untuk mengurangi nyeri bisa mempunyai efek lain;
- konstipasi (sembelit)
- kulit atau wajah yang kemerahan dan tekanan darah rendah
- gatal
- pupil mata yang mengecil
- pusing
- pernafasan yang lambat dan dangkal
- detak jantung menjadi lambat
- penurunan suhu tubuh.
Narkotik juga dapat menyebabkan euforia (gembira yang berlebihan).
Umumnya, gejala putus obat berlawanan dengan efek obatnya:
- hiperaktif
- keadaan siaga yang tinggi
- pernafasan yang cepat,
- agitasi
- peningkatan detak jantung
- demam.
Tanda pertama dari gejala putus obat biasanya adalah pernafasan yang cepat, yang disertai dengan menguap, berkeringat, menangis dan hidung meler.
Gejala lainnya adalah pelebaran pupil mata, merinding, gemetar, kejang otot-otot kecil, wajah kemerahan, nyeri otot, hilangnya nafsu makan, kram perut dan diare.
Gejalanya muncul dalam waktu 4-6 jam setelah penggunaan narkotik dihentikan dan biasanya mencapai puncaknya dalam waktu 36-72 jam.
Gejala putus obat pada orang yang telah menggunakan narkotik dalam dosis lebih tinggi dan dalam waktu yang lebih lama, biasanya lebih buruk.
Kecepatan pembuangan narkotik dari tubuh berbeda-beda, karena itu gejala putus obat dari obat yang berlainan juga berbeda-beda.
KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi selain gejala putus obat terjadi sebagai akibat dari penyalahgunaan narkotik, terutama bila obat dimasukan dengan jarum yang tidak steril dan digunakan bersama-sama.
1. Hepatitis virus dapat menyebar melalui jarum yang digunakan secara bersama-sama, bisa menyebabkan kerusakan hati.
2. Infeksi tulang (osteomielitis, terutama pada tulang belakang), juga bisa terjadi karean pemakaian alat suntik yang tidak steril.
3. Miositis ossifikans (sikut pengalahguna obat) disebabkan oleh tusukan jarum yang berulang-ulang, dimana otot di sekitar sikut digantikan oleh jaringan parut.
4. Banyak penyalahguna yang memasukkan obat dengan suntikan subkutaneus (skin popping), yang bisa menyebabkan luka terbuka di kulit.
5. Jika ketergantungan semakin kuat, pecandu yang sebelumnya menyuntikkan obatnya secara intravena, akan kembali ke skin popping, karena pembuluh baliknya telah terisi dengan jaringan parut dan tidak dapat digunakan untuk memasukkan obat.
6. Masalah paru-paru bisa berupa:
- iritasi paru-paru karena penghisapan (ludah maupun muntahan)
- pneumonia
- abses
- emboli paru
- pembentukan jaringan parut
7. Pecandu yang menyuntikkan obat secara intravena kehilangan kemampuannya untuk melawan infeksi.
8. HIV bisa menyebar melalui jarum yang dipakai bersama-sama, karena itu sejumlah besar pecandu narkotik juga menderita AIDS.
9. Kelainan saraf biasanya merupakan akibat dari tidak memadainya aliran darah ke otak.
Bisa terjadi koma.
Kuinin bisa menyebabkan penglihatan ganda, kelumpuhan dan gejala kerusakan saraf lainnya, termasuk sindroma Guillain-Barr?/
Organisme infeksius dalam jarum yang tidak steril kadang bisa menginfeksi otak, menyebabkan meningitis dan abses otak.
10. Abses kulit.
11. Infeksi kulit.
12. Infeksi kelenjar getah bening.
13. Pembentukan bekuan darah.
.
Overdosis obat-obatan merupakan ancaman jiwa yang serius, terutama karena narkotik dapat menekan pernafasan dan menyebabkan paru-paru terisi dengan cairan.
Heroin konsentrasi tinggi, disuntikkan maupun dihirup, bisa menyebabkan overdosis dan kematian.
Penggunaan narkotik selama kehamilan adalah masalah yang sangat serius.
Heroin dan metadon dengan mudah melintasi ari-ari masuk ke dalam janin.
Janin yang lahir dari ibu pecandu narkotik, dengan cepat akan mengalami gejala putus obat (gemetar, menangis dengan nada yang tinggi, kejang dan pernafasan yang cepat).
Ibu yang terinfeksi HIV atau hepatitis B bisa menularkan virusnya ke janin.
PENGOBATAN
Overdosis narkotik merupakan kedaruratan medis yang harus segera diatasi untuk mencegah kematian.
Overdosis bisa menekan pernafasan dan cairan bisa terkumpul dalam paru-paru (edema pulmoner), sehingga diperlukan bantuan sebuah ventilator.
Untuk menghalangi aksi narkotik, biasanya disuntikkan nalokson secara intravena.
Gejala putus obat yang akut bisa berat dan berlangsung selama beberapa hari, meskipun pada akhirnya akan mereda.
Gejala yang tidak menyenangkan akan menimbulkan keinginan yang kuat untuk kembali meminum obat.
Gejalanya biasanya tidak berbahaya dan dapat dikurangi dengan pemberian obat-obatan.
Menggantikan narkotik dengan metadon merupakan metoda pengobatan gejala putus obat yang paling banyak digunakan.
Metadon (juga merupakan narkotik), diberikan per-oral (ditelan) dan tidak terlalu mempengaruhi fungsi otak.
Efek metadon berlangsung jauh lebih lama dari pada narkotik lainnya, sehingga diminum lebih jarang, biasanya 1 kali/hari.
Memberikan metadon dalam dosis yang cukup besar kepada pecandu selama beberapa bulan atau beberapa tahun, memungkinkan para pecandu menjadi produktif karena kebutuhan mereka terpenuhi.
Pengobatan ini berhasil dilakukan pada beberapa pecandu, sedangkan pecandu lainnya gagal mengalami rehabilitasi sosial.
Pecandu harus datang setiap hari ke klinik untuk mendapatkan metadon.
Biasanya 20 mgram metadon/hari bisa menghalangi terjadinya gejala putus obat yang berat; tetapi beberapa pecandu memerlukan dosis yang lebih tinggi.
Jika dosisnya sudah stabil (diperkirakan tidak akan menimbulkan gejala putus obat yang berat),dosis metadon biasanya dikurangi sekitar 20%/hari.
Hal ini menyebabkan pecandu terbebas dari gejala putus obat yang akut tetapi tidak mencegah pemakaian heroin kembali.
Penghentian penggunaan metadon kadang-kadang dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan, seperti sakit otot sebelah dalam (nyeri tulang).
Pecandu yang berhenti menggunakann metadon biasanya merasa kalap dan sulit tidur.
Pemberian obat tidur selama beberapa hari bisa membantu penderita.
Reaksi putus obat akan menghilang setelah sekitar 7-10 hari, tetapi kelemahan, sulit tidur dan kecemasan yang berat bisa menetap sampai beberapa bulan.
Beberapa pusat rehabilitasi mungkin memberikan L-alfa-asetilmetadol (LAAM), yang merupakan metadon dengan masa kerja yang lebih panjang.
Pada pemberian LAAM pecandu tidak perlu datang ke klinik setiap hari.
Tetapi pemakaian LAAM masih bersifat uji coba.
Gejala putus obat narkotik juga dapat disembuhkan dengan obat yang disebut klonidin.
Tetapi klonidin bisa menyebabkan efek samping tekanan darah rendah, sulit tidur, mudah tersinggung, denyut jantung yang lebih cepat dan sakit kepala.
Naltrekson adalah obat yang menghalangi efek heroin intravena yang sangat kuat.
Tergantung dari dosisnya efek Naltrekson berlangsung selama 24-72 jam.
Konsep terapi komunitas muncul hampir 25 tahun yang lalu sebagai jawaban dari masalah ketagihan heroin.
Pengobatan meliputi hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup lama (biasanya 15 bulan) di suatu rumah tinggal untuk membantu pecandu membangun hidup baru melalui latihan, pendidikan dan pengarahan kembali.
Wabah AIDS telah mendorong beberapa orang untuk memakai jarum suntik yang steril.
Hal ini telah terbukti dapat mengurangi penyebaran HIV.
Karena timbul toleransi, maka untuk menghasilkan efek yang sama, dosisnya harus ditingkatkan dan untuk mencegah gejala putus obat, maka diperlukan pemakaian terus menerus dari narkotika yang sama atau yang mirip.
Narkotik yang sah digunakan secara medis sebagai pereda nyeri yang sangat kuat disebut opioid dan terdiri dari:
- Kodein (memiliki potensi ketergantungan yang rendah)
- Oksikodon (sendiri maupun dalam berbagai kombinasi, misalnya oksikodon dengan asetaminofen)
- Meperidin
- Morfin
- Hidromorfon.
Heroin merupakan salah satu narkotik yang paling kuat.
Toleransi dan gejala putus obat yang ringan dapat terjadi dalam waktu 2-3 hari dari pemakaian yang berkelanjutan.
Kadang gejala putus obat terjadi ketika obat dihentikan.
Sebagian besar narkotik dalam jumlah yang sama dapat menimbulkan derajat toleransi dan ketergantungan fisik yang sama.
Para pecandu bisa mengganti satu jenis narkotik dengan yang lainnya.
Pecandu yang telah mengalami toleransi mungkin hanya menunjukkan sedikit gejala dari penggunaan obat dan berfungsi secara normal di dalam kehidupan sehari-harinya selama mereka mengkonsumsi narkotik.
Orang yang mendapat narkotik untuk mengobati nyeri yang hebat, memiliki resiko yang sangat kecil untuk menjadi pecandu jika mereka menggunakannya sesuai dengan yang diresepkan.
GEJALA
Narkotik yang digunakan untuk mengurangi nyeri bisa mempunyai efek lain;
- konstipasi (sembelit)
- kulit atau wajah yang kemerahan dan tekanan darah rendah
- gatal
- pupil mata yang mengecil
- pusing
- pernafasan yang lambat dan dangkal
- detak jantung menjadi lambat
- penurunan suhu tubuh.
Narkotik juga dapat menyebabkan euforia (gembira yang berlebihan).
Umumnya, gejala putus obat berlawanan dengan efek obatnya:
- hiperaktif
- keadaan siaga yang tinggi
- pernafasan yang cepat,
- agitasi
- peningkatan detak jantung
- demam.
Tanda pertama dari gejala putus obat biasanya adalah pernafasan yang cepat, yang disertai dengan menguap, berkeringat, menangis dan hidung meler.
Gejala lainnya adalah pelebaran pupil mata, merinding, gemetar, kejang otot-otot kecil, wajah kemerahan, nyeri otot, hilangnya nafsu makan, kram perut dan diare.
Gejalanya muncul dalam waktu 4-6 jam setelah penggunaan narkotik dihentikan dan biasanya mencapai puncaknya dalam waktu 36-72 jam.
Gejala putus obat pada orang yang telah menggunakan narkotik dalam dosis lebih tinggi dan dalam waktu yang lebih lama, biasanya lebih buruk.
Kecepatan pembuangan narkotik dari tubuh berbeda-beda, karena itu gejala putus obat dari obat yang berlainan juga berbeda-beda.
KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi selain gejala putus obat terjadi sebagai akibat dari penyalahgunaan narkotik, terutama bila obat dimasukan dengan jarum yang tidak steril dan digunakan bersama-sama.
1. Hepatitis virus dapat menyebar melalui jarum yang digunakan secara bersama-sama, bisa menyebabkan kerusakan hati.
2. Infeksi tulang (osteomielitis, terutama pada tulang belakang), juga bisa terjadi karean pemakaian alat suntik yang tidak steril.
3. Miositis ossifikans (sikut pengalahguna obat) disebabkan oleh tusukan jarum yang berulang-ulang, dimana otot di sekitar sikut digantikan oleh jaringan parut.
4. Banyak penyalahguna yang memasukkan obat dengan suntikan subkutaneus (skin popping), yang bisa menyebabkan luka terbuka di kulit.
5. Jika ketergantungan semakin kuat, pecandu yang sebelumnya menyuntikkan obatnya secara intravena, akan kembali ke skin popping, karena pembuluh baliknya telah terisi dengan jaringan parut dan tidak dapat digunakan untuk memasukkan obat.
6. Masalah paru-paru bisa berupa:
- iritasi paru-paru karena penghisapan (ludah maupun muntahan)
- pneumonia
- abses
- emboli paru
- pembentukan jaringan parut
7. Pecandu yang menyuntikkan obat secara intravena kehilangan kemampuannya untuk melawan infeksi.
8. HIV bisa menyebar melalui jarum yang dipakai bersama-sama, karena itu sejumlah besar pecandu narkotik juga menderita AIDS.
9. Kelainan saraf biasanya merupakan akibat dari tidak memadainya aliran darah ke otak.
Bisa terjadi koma.
Kuinin bisa menyebabkan penglihatan ganda, kelumpuhan dan gejala kerusakan saraf lainnya, termasuk sindroma Guillain-Barr?/
Organisme infeksius dalam jarum yang tidak steril kadang bisa menginfeksi otak, menyebabkan meningitis dan abses otak.
10. Abses kulit.
11. Infeksi kulit.
12. Infeksi kelenjar getah bening.
13. Pembentukan bekuan darah.
.
Overdosis obat-obatan merupakan ancaman jiwa yang serius, terutama karena narkotik dapat menekan pernafasan dan menyebabkan paru-paru terisi dengan cairan.
Heroin konsentrasi tinggi, disuntikkan maupun dihirup, bisa menyebabkan overdosis dan kematian.
Penggunaan narkotik selama kehamilan adalah masalah yang sangat serius.
Heroin dan metadon dengan mudah melintasi ari-ari masuk ke dalam janin.
Janin yang lahir dari ibu pecandu narkotik, dengan cepat akan mengalami gejala putus obat (gemetar, menangis dengan nada yang tinggi, kejang dan pernafasan yang cepat).
Ibu yang terinfeksi HIV atau hepatitis B bisa menularkan virusnya ke janin.
PENGOBATAN
Overdosis narkotik merupakan kedaruratan medis yang harus segera diatasi untuk mencegah kematian.
Overdosis bisa menekan pernafasan dan cairan bisa terkumpul dalam paru-paru (edema pulmoner), sehingga diperlukan bantuan sebuah ventilator.
Untuk menghalangi aksi narkotik, biasanya disuntikkan nalokson secara intravena.
Gejala putus obat yang akut bisa berat dan berlangsung selama beberapa hari, meskipun pada akhirnya akan mereda.
Gejala yang tidak menyenangkan akan menimbulkan keinginan yang kuat untuk kembali meminum obat.
Gejalanya biasanya tidak berbahaya dan dapat dikurangi dengan pemberian obat-obatan.
Menggantikan narkotik dengan metadon merupakan metoda pengobatan gejala putus obat yang paling banyak digunakan.
Metadon (juga merupakan narkotik), diberikan per-oral (ditelan) dan tidak terlalu mempengaruhi fungsi otak.
Efek metadon berlangsung jauh lebih lama dari pada narkotik lainnya, sehingga diminum lebih jarang, biasanya 1 kali/hari.
Memberikan metadon dalam dosis yang cukup besar kepada pecandu selama beberapa bulan atau beberapa tahun, memungkinkan para pecandu menjadi produktif karena kebutuhan mereka terpenuhi.
Pengobatan ini berhasil dilakukan pada beberapa pecandu, sedangkan pecandu lainnya gagal mengalami rehabilitasi sosial.
Pecandu harus datang setiap hari ke klinik untuk mendapatkan metadon.
Biasanya 20 mgram metadon/hari bisa menghalangi terjadinya gejala putus obat yang berat; tetapi beberapa pecandu memerlukan dosis yang lebih tinggi.
Jika dosisnya sudah stabil (diperkirakan tidak akan menimbulkan gejala putus obat yang berat),dosis metadon biasanya dikurangi sekitar 20%/hari.
Hal ini menyebabkan pecandu terbebas dari gejala putus obat yang akut tetapi tidak mencegah pemakaian heroin kembali.
Penghentian penggunaan metadon kadang-kadang dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan, seperti sakit otot sebelah dalam (nyeri tulang).
Pecandu yang berhenti menggunakann metadon biasanya merasa kalap dan sulit tidur.
Pemberian obat tidur selama beberapa hari bisa membantu penderita.
Reaksi putus obat akan menghilang setelah sekitar 7-10 hari, tetapi kelemahan, sulit tidur dan kecemasan yang berat bisa menetap sampai beberapa bulan.
Beberapa pusat rehabilitasi mungkin memberikan L-alfa-asetilmetadol (LAAM), yang merupakan metadon dengan masa kerja yang lebih panjang.
Pada pemberian LAAM pecandu tidak perlu datang ke klinik setiap hari.
Tetapi pemakaian LAAM masih bersifat uji coba.
Gejala putus obat narkotik juga dapat disembuhkan dengan obat yang disebut klonidin.
Tetapi klonidin bisa menyebabkan efek samping tekanan darah rendah, sulit tidur, mudah tersinggung, denyut jantung yang lebih cepat dan sakit kepala.
Naltrekson adalah obat yang menghalangi efek heroin intravena yang sangat kuat.
Tergantung dari dosisnya efek Naltrekson berlangsung selama 24-72 jam.
Konsep terapi komunitas muncul hampir 25 tahun yang lalu sebagai jawaban dari masalah ketagihan heroin.
Pengobatan meliputi hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup lama (biasanya 15 bulan) di suatu rumah tinggal untuk membantu pecandu membangun hidup baru melalui latihan, pendidikan dan pengarahan kembali.
Wabah AIDS telah mendorong beberapa orang untuk memakai jarum suntik yang steril.
Hal ini telah terbukti dapat mengurangi penyebaran HIV.