Sindroma Reiter merupakan peradangan pada sendi dan tendon (urat daging) yang melengkapinya, sering disertai dengan peradangan pada konjungtiva mata dan selaput lendir (misalnya di mulut, saluran kemih, vagina dan penis), dan ruam-ruam yang khas.
Sindroma Reiter disebut artritis reaktif karena peradangan sendi muncul sebagai reaksi terhadap infeksi yang berasal dari bagian tubuh lainnya selain sendi.
Terdapat 2 bentuk Sindroma Reiter:
1. Terjadi dengan penyakit menular seksual seperti infeksi klamidia, dan lebih sering terjadi pada laki-laki muda
2. Terjadi setelah infeksi saluran pencernaan, misalnya salmonelosis.
PENYEBAB
Penyebab yang pasti dari sindroma Reiter tidak diketahui.
Paling sering terjadi pada pria yang berusia kurang dari 40 tahun.
Bisa timbul setelah terjadinya penyakit menular seksual atau infeksi disenterik karena Chlamydia, Campylobacter, Salmonella atau Yersinia.
Faktor genetik kemungkinan berperan dalam terjadinya penyakit ini.
GEJALA
Gejalanya dimulai dalam 7-14 hari setelah terjadinya infeksi.
Gejala awalnya sering berupa peradangan uretra (saluran yang membawa air kemih dari kandung kemih keluar tubuh).
Pada laki-laki, peradangan ini menyebabkan nyeri dan keluarnya nanah dari penis. Kelenjar prostat bisa meradang dan nyeri.
Gejala saluran kemih-kelamin pada wanita biasanya ringan, berupa keputihan ringan atau nyeri waktu berkemih.
Konjungtiva (selaput yang melapisi kelopak mata dan bola mata) bisa menjadi merah dan meradang, menyebabkan rasa gatal atau rasa terbakar dan pengeluaran air mata yang berlebihan.
Nyeri dan peradangan sendi bisa ringan atau berat.
Beberapa sendi biasanya terkena, terutama lutut, sendi jari kaki dan daerah dimana tendon (urat otot) menempel ke tulang (misalnya tumit).
Pada kasus yang lebih berat, nyeri dan peradangan bisa mengenai tulang belakang.
Luka kecil yang tidak terasa nyeri bisa terjadi di mulut, lidah dan ujung penis.
Kadang-kadang ruam yang khas dari bintik tebal dan keras, bisa timbul di kulit, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki.
Endapan kuning bisa terbentuk dibawah kuku jari tangan dan kuku jari kaki.
Pada sebagian besar penderita, gejala awalnya menghilang dalam 3-4 bulan.
Pada 50% penderita, artritis dan gejala lainnya muncul lagi setelah beberapa tahun.
Jika gejalanya menetap atau sering kambuh, bisa terjadi kelainan bentuk pada sendi dan tulang belakang.
Sindroma Reiter
DIAGNOSA
Adanya gabungan dari gejala-gejala pada sendi, alat kelamin, alat kemih, kulit dan mata mengarah kepada diagnosis penyakit ini.
Karena gejala-gejala ini tidak muncul bersamaan, penyakit ini mungkin tidak terdiagnosis selama beberapa bulan.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat memperkuat diagnosis penyakit ini.
Untuk mencoba menentukan organisme penyebab infeksi yang memicu sindroma ini bisa dilakukan pemeriksaan terhadap contoh dari uretra atau cairan sendi, atau biopsi sendi.
PENGOBATAN
Antibiotik diberikan untuk mengobati infeksinya, tetapi pengobatan ini tidak selalu berhasil dan lamanya pemberian yang optimal tidak diketahui.
Artritis biasanya diobati dengan obat anti peradangan non-steroid.
Bisa juga digunakan obat imunosupresan, seperti sulfasalazin atau metotreksat.
Kortikosteroid disuntikkan langsung ke dalam sendi yang meradang.
Konjungtivitis dan luka di kulit tidak perlu diobati, tetapi peradangan mata yang berat mungkin memerlukan salep atau tetes mata kortikosteroid.
Sindroma Reiter disebut artritis reaktif karena peradangan sendi muncul sebagai reaksi terhadap infeksi yang berasal dari bagian tubuh lainnya selain sendi.
Terdapat 2 bentuk Sindroma Reiter:
1. Terjadi dengan penyakit menular seksual seperti infeksi klamidia, dan lebih sering terjadi pada laki-laki muda
2. Terjadi setelah infeksi saluran pencernaan, misalnya salmonelosis.
PENYEBAB
Penyebab yang pasti dari sindroma Reiter tidak diketahui.
Paling sering terjadi pada pria yang berusia kurang dari 40 tahun.
Bisa timbul setelah terjadinya penyakit menular seksual atau infeksi disenterik karena Chlamydia, Campylobacter, Salmonella atau Yersinia.
Faktor genetik kemungkinan berperan dalam terjadinya penyakit ini.
GEJALA
Gejalanya dimulai dalam 7-14 hari setelah terjadinya infeksi.
Gejala awalnya sering berupa peradangan uretra (saluran yang membawa air kemih dari kandung kemih keluar tubuh).
Pada laki-laki, peradangan ini menyebabkan nyeri dan keluarnya nanah dari penis. Kelenjar prostat bisa meradang dan nyeri.
Gejala saluran kemih-kelamin pada wanita biasanya ringan, berupa keputihan ringan atau nyeri waktu berkemih.
Konjungtiva (selaput yang melapisi kelopak mata dan bola mata) bisa menjadi merah dan meradang, menyebabkan rasa gatal atau rasa terbakar dan pengeluaran air mata yang berlebihan.
Nyeri dan peradangan sendi bisa ringan atau berat.
Beberapa sendi biasanya terkena, terutama lutut, sendi jari kaki dan daerah dimana tendon (urat otot) menempel ke tulang (misalnya tumit).
Pada kasus yang lebih berat, nyeri dan peradangan bisa mengenai tulang belakang.
Luka kecil yang tidak terasa nyeri bisa terjadi di mulut, lidah dan ujung penis.
Kadang-kadang ruam yang khas dari bintik tebal dan keras, bisa timbul di kulit, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki.
Endapan kuning bisa terbentuk dibawah kuku jari tangan dan kuku jari kaki.
Pada sebagian besar penderita, gejala awalnya menghilang dalam 3-4 bulan.
Pada 50% penderita, artritis dan gejala lainnya muncul lagi setelah beberapa tahun.
Jika gejalanya menetap atau sering kambuh, bisa terjadi kelainan bentuk pada sendi dan tulang belakang.
Sindroma Reiter
DIAGNOSA
Adanya gabungan dari gejala-gejala pada sendi, alat kelamin, alat kemih, kulit dan mata mengarah kepada diagnosis penyakit ini.
Karena gejala-gejala ini tidak muncul bersamaan, penyakit ini mungkin tidak terdiagnosis selama beberapa bulan.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat memperkuat diagnosis penyakit ini.
Untuk mencoba menentukan organisme penyebab infeksi yang memicu sindroma ini bisa dilakukan pemeriksaan terhadap contoh dari uretra atau cairan sendi, atau biopsi sendi.
PENGOBATAN
Antibiotik diberikan untuk mengobati infeksinya, tetapi pengobatan ini tidak selalu berhasil dan lamanya pemberian yang optimal tidak diketahui.
Artritis biasanya diobati dengan obat anti peradangan non-steroid.
Bisa juga digunakan obat imunosupresan, seperti sulfasalazin atau metotreksat.
Kortikosteroid disuntikkan langsung ke dalam sendi yang meradang.
Konjungtivitis dan luka di kulit tidak perlu diobati, tetapi peradangan mata yang berat mungkin memerlukan salep atau tetes mata kortikosteroid.