Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh Clostridium botulinum.
Toksin ini adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :
- Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang tercemar
- Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar
- Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang tercemar.
PENYEBAB
Bakteri Clostridium botulinum memiliki bentuk spora. Spora ini dapat bertahan dalam keadaan dorman (tidur) selama beberapa tahun dan tahan tehadap kerusakan.
Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak ada oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin.
Beberapa toksin yang dihasilkan Clostridium botulinum memiliki kadar protein yang tinggi, yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus.
Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini adalah makanan kalengan.
Sayuran, ikan, buah dan rempah-rempah juga merupakan sumber penyakit ini.
Demikian juga halnya dengan daging, produki susu, daging babi dan unggas.
Wound botulism terjadi jika luka terinfeksi oleh Clostridium botulinum.
Di dalam luka ini, bakteri menghasilkan toksin yang kemudian diserap masuk ke dalam aliran darah dan akhirnya menimbulkan gejala.
Infant botulism sering terjadi pada bayi berumur 2-3 bulan.
Berbeda dengan foodborne botulism, infant botulism tidak disebabkan karena menelan racun yang sudah terbentuk sebelumnya. Botulisme ini disebabkan karena makan makanan yang mengandung spora, yang kemudian tumbuh dalam usus bayi dan menghasilkan racun.
Penyebabnya tidak diketahui, tapi beberapa kasus berhubungan dengan pemberian madu.
Clostridium botulinum banyak ditemukan di lingkungan dan banyak kasus yang merupakan akibat dari terhisapnya sejumlah kecil debu atau tanah.
GEJALA
Gejalanya terjadi tiba-tiba, biasanya 18-36 jam setelah toksin masuk, tapi dapat terjadi 4 jam atau paling lambat 8 hari setelah toksin masuk. Makin banyak toksin yang masuk, makin cepat seseorang akan sakit.
Pada umumnya, seseorang yang menjadi sakit dalam 24 jam setelah makan makanan yang tercemar, akan mengalami penyakit yang sangat parah.
Gejala pertama biasanya berupa mulut kering, penglihatan ganda, penurunan kelopak mata dan ketidakmampuan untuk melihat secara fokus terhadap objek yang dekat.
Refleks pupil berkurang atau tidak ada sama sekali.
Pada beberapa penderita, gejala aawalnya adalah mual, muntah, kram perut dan diare.
Pada penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan ini tidak muncul, terutama pada penderita wound botulism.
Penderita mengalami kesulitan untuk berbicara dan menelan.
Kesulitan menelan dapat menyebabkan terhirupnya makanan ke dalam saluran pernafasan dan menimbulkan pneumonia aspirasi.
Otot lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan akan melemah.
Kegagalan saraf terutama mempengaruhi kekuatan otot.
Pada 2/3 penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan gejala awal. Kemudian terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang dimulai dari wajah dan kepala, akhirnya sampai ke lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan.
Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan menelan, sampai pada kehilangan ketegangan otot yang berat dan gangguan pernafasan.
DIAGNOSA
Pada foodborne botulisme, diagnosis ditegakkan berdasarkan pola yang khas dari gangguan saraf dan otot. Tetapi gejala ini sering dikelirukan dengan penyebab lain dari kelumpuhan, misalnya stroke.
Adanya makanan yang diduga sebagai sumber kelainan ini juga merupakan petunjuk tambahan. Jika botulisme terjadi pada 2 orang atau lebih yang memakan makanan yang sama dan di tempat yang sama, maka akan lebih mudah untuk menegakkan diagnosis.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah untuk menemukan adanya toksin atau biakan contoh tinja untuk menumbuhkan bakteri penyebabnya.
Toksin juga dapat diidentifikasi dalam makanan yang dicurigai.
Elektromiografi (pemeriksaan untuk menguji aktivitas listrik dari otot) menujukkan kontraksi otot yang abnormal setelah diberikan rangsangan listrik. Tapi hal ini tidak ditemukan pada setiap kasus botulisme.
Diagnosis wound botulism diperkuat dengan ditemukannya toksin dalam darah atau dengan membiakkan bakteri dalam contoh jaringan yang terluka.
Ditemukannya bakteri atau toksinnya dalam contoh tinja bayi, akan memperkuat diagnosis infant botulisme.
PENGOBATAN
Penderita botulisme harus segera dibawa ke rumah sakit.
Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis.
Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:
- perangsangan muntah
- pengosongan lambung melalui lavase lambung
- pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.
Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur secara rutin.
Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah mengurangi angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi 10%.
Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.
Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan.
Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terjadinya gejala.
Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi, karena efektivitasnya pada infant botulism masih belum terbukti.
PENCEGAHAN
Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup selama beberapa jam pada proses perebusan. Tetapi toksinnya dapat hancur dengan pemanasan, Karena itu memasak makanan pada suhu 80° Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne botulism.
Memasak makanan sebelulm memakannya, hampir selalu dapat mencegah terjadinya foodborne botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa menyebabkan botulisme jika disimpan setelah dimasak, karena bakteri dapat menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3° Celsius (suhu lemari pendingin).
Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan kaleng yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok atau bocor, harus segera dibuang.
Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena mungkin ada spora di dalamnya.
Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran pencernaan, udara maupun penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu, makanan yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera dibuang.
Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera setelah mengolah makanan (medicastore)
Toksin ini adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :
- Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang tercemar
- Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar
- Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang tercemar.
PENYEBAB
Bakteri Clostridium botulinum memiliki bentuk spora. Spora ini dapat bertahan dalam keadaan dorman (tidur) selama beberapa tahun dan tahan tehadap kerusakan.
Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak ada oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin.
Beberapa toksin yang dihasilkan Clostridium botulinum memiliki kadar protein yang tinggi, yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus.
Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini adalah makanan kalengan.
Sayuran, ikan, buah dan rempah-rempah juga merupakan sumber penyakit ini.
Demikian juga halnya dengan daging, produki susu, daging babi dan unggas.
Wound botulism terjadi jika luka terinfeksi oleh Clostridium botulinum.
Di dalam luka ini, bakteri menghasilkan toksin yang kemudian diserap masuk ke dalam aliran darah dan akhirnya menimbulkan gejala.
Infant botulism sering terjadi pada bayi berumur 2-3 bulan.
Berbeda dengan foodborne botulism, infant botulism tidak disebabkan karena menelan racun yang sudah terbentuk sebelumnya. Botulisme ini disebabkan karena makan makanan yang mengandung spora, yang kemudian tumbuh dalam usus bayi dan menghasilkan racun.
Penyebabnya tidak diketahui, tapi beberapa kasus berhubungan dengan pemberian madu.
Clostridium botulinum banyak ditemukan di lingkungan dan banyak kasus yang merupakan akibat dari terhisapnya sejumlah kecil debu atau tanah.
GEJALA
Gejalanya terjadi tiba-tiba, biasanya 18-36 jam setelah toksin masuk, tapi dapat terjadi 4 jam atau paling lambat 8 hari setelah toksin masuk. Makin banyak toksin yang masuk, makin cepat seseorang akan sakit.
Pada umumnya, seseorang yang menjadi sakit dalam 24 jam setelah makan makanan yang tercemar, akan mengalami penyakit yang sangat parah.
Gejala pertama biasanya berupa mulut kering, penglihatan ganda, penurunan kelopak mata dan ketidakmampuan untuk melihat secara fokus terhadap objek yang dekat.
Refleks pupil berkurang atau tidak ada sama sekali.
Pada beberapa penderita, gejala aawalnya adalah mual, muntah, kram perut dan diare.
Pada penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan ini tidak muncul, terutama pada penderita wound botulism.
Penderita mengalami kesulitan untuk berbicara dan menelan.
Kesulitan menelan dapat menyebabkan terhirupnya makanan ke dalam saluran pernafasan dan menimbulkan pneumonia aspirasi.
Otot lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan akan melemah.
Kegagalan saraf terutama mempengaruhi kekuatan otot.
Pada 2/3 penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan gejala awal. Kemudian terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang dimulai dari wajah dan kepala, akhirnya sampai ke lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan.
Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan menelan, sampai pada kehilangan ketegangan otot yang berat dan gangguan pernafasan.
DIAGNOSA
Pada foodborne botulisme, diagnosis ditegakkan berdasarkan pola yang khas dari gangguan saraf dan otot. Tetapi gejala ini sering dikelirukan dengan penyebab lain dari kelumpuhan, misalnya stroke.
Adanya makanan yang diduga sebagai sumber kelainan ini juga merupakan petunjuk tambahan. Jika botulisme terjadi pada 2 orang atau lebih yang memakan makanan yang sama dan di tempat yang sama, maka akan lebih mudah untuk menegakkan diagnosis.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah untuk menemukan adanya toksin atau biakan contoh tinja untuk menumbuhkan bakteri penyebabnya.
Toksin juga dapat diidentifikasi dalam makanan yang dicurigai.
Elektromiografi (pemeriksaan untuk menguji aktivitas listrik dari otot) menujukkan kontraksi otot yang abnormal setelah diberikan rangsangan listrik. Tapi hal ini tidak ditemukan pada setiap kasus botulisme.
Diagnosis wound botulism diperkuat dengan ditemukannya toksin dalam darah atau dengan membiakkan bakteri dalam contoh jaringan yang terluka.
Ditemukannya bakteri atau toksinnya dalam contoh tinja bayi, akan memperkuat diagnosis infant botulisme.
PENGOBATAN
Penderita botulisme harus segera dibawa ke rumah sakit.
Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis.
Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:
- perangsangan muntah
- pengosongan lambung melalui lavase lambung
- pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.
Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur secara rutin.
Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah mengurangi angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi 10%.
Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.
Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan.
Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terjadinya gejala.
Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi, karena efektivitasnya pada infant botulism masih belum terbukti.
PENCEGAHAN
Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup selama beberapa jam pada proses perebusan. Tetapi toksinnya dapat hancur dengan pemanasan, Karena itu memasak makanan pada suhu 80° Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne botulism.
Memasak makanan sebelulm memakannya, hampir selalu dapat mencegah terjadinya foodborne botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa menyebabkan botulisme jika disimpan setelah dimasak, karena bakteri dapat menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3° Celsius (suhu lemari pendingin).
Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan kaleng yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok atau bocor, harus segera dibuang.
Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena mungkin ada spora di dalamnya.
Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran pencernaan, udara maupun penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu, makanan yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera dibuang.
Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera setelah mengolah makanan (medicastore)