Kongres Ke-10 Masyarakat Kesehatan Seksual Eropa di Lisabon, Portugal, 25-28 November 2007 membahas soal disfungsi ereksi.
Organisasi Kesehatan Dunia, Program Edukasi Kolesterol Nasional Amerika Serikat, dan Federasi Kencing Manis Internasional (IDF) telah mendefinisikan sindrom metabolik tersebut.
Seseorang dikatakan mempunyai sindrom metabolik jika mengalami kegemukan di perut atau obesitas sentral, meningkatnya kadar trigliserida di atas 150 mg/dL, turunnya kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein) di bawah 40 mg/dL pada laki-laki dan di bawah 50 mg/dL pada perempuan, meningkatnya tekanan darah di atas 130 mm Hg sistolik dan di atas 85 mm Hg diastolik, serta meningkatnya glukosa plasma di atas 100 mg/dL atau telah didiagnosis terkena kencing manis tipe 2.
Apabila sindrom metabolik tidak tertangani secara signifikan, penderita dapat terserang kencing manis tipe 2 serta penyakit jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskular. Studi IDF menyebutkan, diperkirakan 20-25 persen dari penduduk dewasa dunia mengalami sindrom metabolik.
Diketahui juga bahwa sindrom metabolik ini berkaitan dengan rendahnya kadar testosteron yang menyebabkan hipogonadisme dan disfungsi ereksi. Hipogonadisme sendiri juga bisa menyebabkan disfungsi ereksi.
Riset AL Burnett tahun 2005 menyebutkan, laki-laki gemuk yang mengalami sindrom metabolik rata-rata kadar testosteronnya 150 mg/dL lebih rendah daripada laki-laki yang tidak mengalami sindrom metabolik. Sindrom metabolik ini berkaitan dengan disfungsi ereksi karena terjadi disfungsi endotel. Jaringan endotel di pembuluh darah ini penting untuk terjadinya proses ereksi.
Riset Raymond C Rosen dan kawan-kawan tahun 2004 menyebutkan bahwa disfungsi ereksi dikenal sebagai indikator sindrom metabolik pada laki-laki di atas 40 tahun. Sebanyak 64 persen laki-laki yang mengalami disfungsi ereksi dilaporkan paling tidak memiliki satu atau lebih sindrom tekanan darah tinggi, penyakit jantung kronis, kolesterol tinggi, kencing manis, atau depresi.
"Jadi disfungsi ereksi ini sekarang menjadi indikator penting masalah kesehatan laki-laki," kata Rosen, guru besar psikiatri dan kesehatan di Robert Wood Johnson Medical School, New Jersey, Amerika Serikat.
Oleh karena itu, disfungsi tidak bisa dianggap enteng. Selain penting untuk kehidupan keluarga yang lebih baik, disfungsi ereksi menjadi petunjuk penting penyakit-penyakit ikutannya. "Pengobatannya dapat berjalan dua-duanya, antara disfungsi ereksi dan kencing manis yang menyebabkannya, seperti di klinik ini," kata Rudi Yuwana.
Khusus untuk disfungsi ereksi, kini telah dikenal tiga obat yang berfungsi sebagai phosphodiesterase type 5 (PDE-5) inhibitor atau penghambat PDE-5.
Menurut L Gooren MD PhD dari Departemen Endokrinologi/Andrologi Universitas VU Amsterdam, Belanda, sesuai namanya, PDE-5 inhibitor itu menghambat enzim phosphodiesterase type 5, yang memperkuat jalan nitrat oksida ke corpora cavernosa, struktur penting yang membentuk ereksi di penis. Jalur ini penting untuk relaksasi otot polos di corpus cavernosum tersebut, yang penting untuk mekanisme ereksi penis.
Salah satu PDE-5 inhibitor adalah sildenafil yang diproduksi Pfizer dengan nama Viagra telah lebih dulu dikenal. Namun, seperti disebut di awal tulisan, sekarang juga dikenal vardenafil yang diproduksi Bayer Schering Pharma dengan nama Levitra dan tadalafil yang diproduksi ICOS dengan nama Cialis. Setiap obat punya kelebihan dan kekurangan. /Kompas