Jangan biarkan anak endut! Memang anak kecil yang montok tampak lucu dan menggemaskan, tapi ingat, gendut tidak selalu berarti sehat. Berat tak terkontrol dapat memicu penyakit. Dan kegemukan juga diduga berkaitan dengan gangguan perkembangan fungsi seksual. Mengapa?
Restu merasa senang dengan pertumbuhan Andra, anak keduanya. Si buyung itu gemuk dan menggemaskan. "Aduh endut-nya, sehat ya. Berapa kilo beratnya?" begitu sapa orang yang biasanya baru bertemu Andra. Mulanya Restu merasa bangga dengan tanggapan serupa itu. Ia merasa telah berhasil merawat anak. Namun, ia mulai gelisah ketika kian hari perkembangan tubuh buah hatinya itu makin mengarah ke kegemukan (obesitas). Terlebih saat memperhatikan perkembangan penis Andra tidak sesuai anak seusianya. Alat kelaminnya tampak lebih kecil dibandingkan dengan milik adiknya yang berjarak usia 4 tahun lebih muda.
Restu merasa senang dengan pertumbuhan Andra, anak keduanya. Si buyung itu gemuk dan menggemaskan. "Aduh endut-nya, sehat ya. Berapa kilo beratnya?" begitu sapa orang yang biasanya baru bertemu Andra. Mulanya Restu merasa bangga dengan tanggapan serupa itu. Ia merasa telah berhasil merawat anak. Namun, ia mulai gelisah ketika kian hari perkembangan tubuh buah hatinya itu makin mengarah ke kegemukan (obesitas). Terlebih saat memperhatikan perkembangan penis Andra tidak sesuai anak seusianya. Alat kelaminnya tampak lebih kecil dibandingkan dengan milik adiknya yang berjarak usia 4 tahun lebih muda.
Rata-Rata Gemuk
Adakah hubungan antara kegemukan dengan gangguan perkembangan organ reproduksi dan fungsi seksualnya? Tidak selalu! Penegasan dokter itu membuat Restu merasa lega. Namun, ia juga mendengar pendapat tentang masalah gangguan fungsi seksual yang rata-rata ditemukan pada anak gemuk.
Diungkapkan Dr. Nugroho Setiawan, Sp.And., obesitas pada anak mungkin saja mempengaruhi perkembangan fungsi seksualnya, terutama pada penis dan kantong buah zakar. Anak yang memiliki masalah berat badan cenderung berisiko terhadap gangguan produksi hormon untuk fungsi seksualnya, yaitu spermatozoa dan androgen.
Jika hal ini terlambat diketahui dan ditangani secara medis, dapat mengganggu kesuburannya di masa dewasa kelak. "Kecenderungan ini tampak dari rata-rata kasus yang dikonsultasikan ke klinik. Tapi, banyak juga yang penisnya terlihat kecil karena tidak sesuai proporsi tubuhnya atau berat badan si anak. Jadi tidak selalu penis anak yang gemuk lebih kecil dari anak yang berbobot normal," kata dokter ahli andrologi dari Klinik Grasia, Jakarta ini.
Guna memastikan ukuran penis normal atau tidak, harus melalui pemeriksaan lengkap oleh dokter ahli. Ada dua kelainan yang membuat ukuran penis kelihatan kecil. Pertama, webbed penis, yaitu keadaan kulit kantung buah zakar memanjang dan menggantung di sepanjang sisi bawah penis. Kedua, concealed (buried) penis atau penis tertutup lapisan lemak yang berlebihan di bawah kulit, biasanya terjadi pada anak yang sangat gemuk.
Satu hal yang diduga turut mengganggu perkembangan fungsi seksual anak adalah konsumsi hormon estrogen melalui produk makanan cepat saji jenis junk food (makanan sampah). Contohnya ayam goreng (fried chicken) dan beberapa jenis makanan ringan (snack).
Pendapat ini memang masih menjadi kontroversi. "Kalau begitu banyak orang AS yang mengalami gangguan fungsi seksual, dong," komentar beberapa orang. Pasalnya, produk makanan semacam itu yang beredar di Indonesia kebanyakan berasal dari Amerika Serikat (AS).
Asumsi tersebut pernah berkembang setelah di AS ditemukan beberapa kasus ketidakseimbangan hormon akibat tingginya konsumsi estrogen melalui produk makanan cepat saji. Keluhan itu terutama ditemukan pada anak laki-laki, berupa gangguan pertumbuhan penis tidak normal. Namun, belakangan asumsi itu dibantah oleh seorang dokter di AS.
Terlepas dari benar tidaknya pendapat itu, Dr. Nugroho mengingatkan orangtua agar memperhatikan perkembangan fungsi seksual anaknya. Lebih utama lagi memperhatikan pola makan anak sejak dini untuk menjaga berat badan tetap ideal.
Harapan Hidup Singkat
Obesitas pada anak secara umum dapat meningkatkan risiko berbagai gangguan kesehatan secara keseluruhan. Obesitas adalah suatu gangguan status gizi lebih dengan berbagai derajat, mulai dari ringan, sedang, sampai berat. Berat badan umumnya berada di atas normal. Sebagai patokan kasar, berat badan normal diukur dari umur anak dikali dua, lalu ditambah delapan (ukuran kg).
Di Indonesia, kegemukan belum menjadi masalah nasional. Namun, di AS, kegemukan sudah menjadi epidemi yang mengakibatkan berbagai masalah kesehatan serius.
Tiga dari lima orang AS mengalami kelebihan berat badan. Para peneliti di Negeri Paman Sam itu memperkirakan, anak-anak di AS kini akan menjadi generasi dengan tingkat harapan hidup lebih singkat, daripada orangtua mereka. Penyebab obesitas pada orang AS antara lain dikarenakan perusahaan makanan memperbesar porsi produknya dan kebiasaan masyarakat mengonsumsi fast food atau makanan cepat saji.
Sejak tahun 1977, kalori yang dikonsumsi orang AS naik sekitar 10 persen atau sekitar 200 kalori lebih setiap hari. Sebelumnya AS disebut "Republik Alkohol" karena mereka gemar minuman beralkohol untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Sekarang julukan itu mestinya berubah menjadi "Republik Kegemukan".
Semakin banyak dan murahnya makanan dituding pula sebagai penyebab obesitas. Ketika hasil panen membeludak, pasar pun dibanjiri makanan yang berharga murah. Orang lalu cenderung menambah porsi makannya.
Di samping itu, demi mempertahankan harga, para petani dan produsen makanan melakukan penganekaragaman produk. Jagung dan ayam misalnya, ditambah berbagai unsur hingga menjadi produk makanan yang tak lagi alamiah.
Orang pun tertarik mengonsumsinya, sebab pemasaran makanan semacam itu selalu disertai "kampanye" perubahan gaya hidup dan kepraktisan. Kalau semula bahan mentah dimasak dengan berbagai bumbu segar, kini orang bisa makan ayam nan gurih hanya dengan menggorengnya.
Melihat kecenderungan itu bukan tidak mungkin gaya hidup orang Indonesia sudah mulai terpengaruh. Karena itu pula suatu hari nanti, kita sangat mungkin bakal menghadapi masalah kegemukan nasional, terutama pada anak-anak.
Tulang Cepat Matang
Menurut Yusnalaini Y. Mukawi, ahli gizi RSAD Gatot Soebroto, Jakarta, penyebab obesitas adalah asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh dan berlangsung dalam waktu lama. Penyebab lain yang secara tidak langsung berpengaruh, yakni keturunan atau genetik, endokrin (kelainan hormonal), dan eksternal atau pola makan yang tinggi kadar lemak dan kalorinya.
Obesitas yang disebabkan faktor genetik, biasanya pada usia dini sudah banyak terbentuk sel lemak adipocytes. Sel lemak ini terbentuk karena asupan tinggi kalori sejak dalam kandungan sampai usia satu tahun.
Secara umum angka kejadian obesitas lebih banyak di kota, dan pada keluarga dengan sosial ekonomi tinggi. Kalangan inilah yang biasanya sering mengonsumsi makanan tinggi kalori dan kaya lemak, misalnya makanan cepat saji itu tadi.
Sebenarnya obesitas bukan penyakit. Namun, anak yang menderita obesitas dapat mengalami komplikasi gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia dewasa. Akibat gesekan-gesekan pada tubuhnya, dapat terjadi lecet terutama di sekitar paha. Mereka juga dapat mengalami gangguan psikologis karena memiliki tubuh yang berbeda dengan bentuk tubuh teman-temannya.
Yang penting diketahui juga, obesitas pada anak akan mempengaruhi kematangan tulang. Tulang anak-anak ini akan lebih cepat matang, sehingga tidak berkembang lagi. Akibatnya, dibanding anak lainnya, dia akan lebih pendek.
Kondisi obesitas yang terjadi semasa kanak-kanak tidak selalu menetap hingga ia tumbuh dewasa. Kegemukan cenderung terbawa sampai dewasa bila dikarenakan faktor genetik, derajat obesitas yang berat, serta obesitas yang terjadi menjelang dewasa./Kompas