PEREMPUAN lebih mudah menjadi gemuk daripada laki-laki. Kemungkinan menjadi cepat gemuk akan semakin besar pada saat perempuan menginjak fase menopause. Oleh karena itu, jika tidak diantisipasi, perempuan akan menderita obesitas dan rentan terhadap berbagai macam penyakit.
Obesitas bukanlah sekadar kegemukan, namun sebuah penyakit.
Jika dibiarkan, obesitas akan memudahkan penderitanya terkena penyakit jantung, stroke, diabetes, dan penyakit degeneratif lainnya.
Demikian dikatakan dr Johannes Chandrawinata MND APD dalam bincang-bincang tentang "Langsing dan Sehat di Usia Matang" yang diselenggarakan majalah Femina Pesona di Jakarta, Jumat (20/6). Pembicara lain adalah dr Chaula Luthfia Sukasah DH SpBP.
Perempuan mempunyai kecenderungan obesitas yang lebih tinggi dibandingkan pria karena masa otot pria lebih besar daripada perempuan. Akibatnya, ruang untuk tumbuhnya lemak pada perempuan lebih besar.
Selain itu, aktivitas fisik laki-laki jauh lebih banyak dan berat. Perempuan yang sudah memasuki fase menopause cenderung mengurangi kegiatan yang sifatnya melelahkan tubuh.
"Dengan demikian, perempuan menopause mudah menjadi gemuk dan gemuknya hanya di sekitar perut. Bentuk tubuh perempuan pun menjadi seperti buah pir," kata dokter ahli gizi dari Bandung ini.
Prevalensi kelebihan berat badan antara laki-laki dan perempuan adalah 12,8 persen dan 20 persen. Sedangkan untuk obesitas, prevalensi perempuan dua kali lebih besar daripada laki-laki, yakni 5,9 persen dan 2,5 persen.
Perempuan menjadi lebih cepat gemuk juga karena dalam setiap fase hidupnya selalu berisiko untuk gemuk. Contohnya, jika selama dalam kandungan seorang ibu kekurangan gizi, maka bayinya cenderung gemuk. Ketika memasuki fase menstruasi, perempuan yang mendapatkan menstruasi pada usia dini akan rentan obesitas.
Lalu ketika dia mengandung, jika berat badan naik berlebih, tubuh akan menjadi gemuk setelah melahirkan. Kemudian juga pada saat menopause, di mana tubuh tidak lagi kuat melakukan kegiatan fisik, perempuan menghadapi risiko obesitas lagi.
"Perempuan yang menghadapi risiko obesitas terbesar adalah perempuan yang masuk kategori 4F, yakni female, fourty, fat, dan four. Maksudnya, perempuan yang gemuk, berusia 40 tahun, dan memiliki empat anak," kata Johannes.
MENURUT Johannes, saat ini banyak perempuan ingin menurunkan berat badan. Namun, motivasinya adalah agar tubuh terlihat langsing. "Ini yang salah. Seharusnya, penurunan berat badan dilakukan untuk mencegah obesitas atau mengurangi timbunan lemak. Dengan demikian, motivasinya adalah menjadi sehat, bukan semata-mata menjadi langsing," tegasnya.
Ditambahkan, kesadaran masyarakat terhadap bahaya obesitas masih sangat rendah. "Survei di Jakarta bulan November 2001 menunjukkan, 24 persen penderita kelebihan berat badan, dan 14 persen penderita obesitas, merasa berat badannya normal. Bagi mereka, obesitas hanya kegemukan. Sedangkan penderita obesitas yang menyadari obesitas adalah sebuah penyakit hanya 37 persen," ungkap Johannes.
Begitu juga kesadaran orang dalam menempuh cara penurunan berat badan. Banyak orang yang menempuh cara sembarangan sehingga bukan penurunan berat yang didapat, tetapi malah penyakit lain. "Banyak juga yang terkena sindrom yoyo, yakni berat badan yang tidak stabil," ujar Johannes.
Jika orang ingin menurunkan berat badan dan menghilangkan lemak di tubuhnya, ada empat cara yang bisa ditempuh. Pertama, mengatur pola makan sehat, melakukan aktivitas fisik, mengubah perilaku, dan pengobatan.
"Buatlah pola makan yang bisa dilakukan untuk jangka panjang. Makanlah makanan rendah kalori, perbanyak serat, dan jangan makan buah dengan dijus. Lebih baik buah dimakan dengan dikunyah karena akan merasa cepat kenyang. Lagi pula jika dijus, orang terdorong untuk menambah gula," kata Johannes.
Johannes menambahkan, komposisi diet yang baik adalah dari total kalori yang kita konsumsi, terdiri dari lemak 30 persen, protein 20 persen, dan karbohidrat 50 persen.
Untuk aktivitas fisik, bisa dipilih yang paling cocok. Namun, perlu diingat, bagi perempuan yang sudah menopause dan mempunyai bentuk tubuh seperti buah pir, lebih baik memilih olahraga jalan. "Jangan lari, karena biasanya perempuan dengan tubuh buah pir mempunyai kelemahan di persendian kaki dan lutut. Lebih baik mereka berjalan kaki atau berenang," kata Johannes.
Untuk perubahan perilaku, Johannes menyarankan agar mengubah cara pikir tentang makan dan makanan.
Misalnya, tidak lagi berpikir makan harus kenyang. Ubahlah kebiasaan makan menelan dengan cepat. Yang baik adalah mengunyah dengan perlahan, dikunyah dengan baik, dan hindari makanan berlemak.
Hilangkan juga kebiasaan untuk menyantap hidangan penutup.
"Ada beberapa orang yang mempunyai kepercayaan jika tidak minum manis, maka akan merasa lemas. Lebih baik kepercayaan seperti itu dibuang saja. Asalkan asupan gizi dan karbohidrat cukup, badan tidak akan lemas," tegas Johannes.
Dalam menjalankan program penurunan berat badan, Johannes menyarankan agar melakukan konsultasi kepada dokter atau ahli gizi yang terpercaya agar program berjalan aman dan efektif.
"Operasi hanya dianjurkan pada penderita obesitas yang akut. Jenis operasi yang bisa dilakukan adalah mengecilkan volume lambung agar tidak bisa makan banyak. Atau operasi bypass saluran lambung ke usus dua belas jari. Hasil operasi ini permanen dan bisa menurunkan berat badan lebih dari 30 persen," kata dia.
Pada akhir bincang-bincang tersebut, Johannes tetap menekankan bahwa penurunan berat badan hanya dilakukan untuk kesehatan, bukan penampilan. (ARN)-Kompas