Kegemaran makan enak ternyata bisa membuat hidup seseorang menjadi tidak enak. Konsumsi makanan dengan kadar lemak tinggi secara berlebihan ternyata bisa memicu kegemukan dan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Padahal, kolesterol tinggi bisa meningkatkan risiko terkena serangan jantung.
Pola hidup tidak sehat yakni kebiasaan merokok, diet buruk, dan kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko terkena kanker, diabetes, serangan jantung, dan penyakit menahun lain, tutur staf pengajar Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr Saptawati Bardosono. Kondisi ini bisa terjadi pada usia produktif dan menurunkan kualitas hidup penderita serta keluarganya.
Hasil dari survei kesehatan dan gizi di Amerika Serikat menunjukkan, ada tiga faktor pola hidup berisiko, yakni merokok, kegemukan, dan minum alkohol berlebihan yang masing-masing dikaitkan dengan 10 kasus per 1.000 kematian per tahun. "Ada dua faktor risiko biologis yang terkait dengan pola hidup berisiko, yakni tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol tinggi," ujarnya.
Menurut tren perubahan pola hidup dalam 30 tahun terakhir ini, kebiasaan merokok turun dari 40 persen menjadi 25 persen dan minum alkohol berlebihan turun dari 7 persen menjadi 4 persen. Namun, kegemukan meningkat dari 49 persen menjadi 68 persen. "Kebiasaan merokok meningkatkan risiko kematian dua kali lipat dalam sepuluh tahun, sedangkan kegemukan meningkatkan risiko kematian 50 persen, kecuali bila tekanan darah dan kadar kolesterol terkontrol," kata Saptawati.
Kolesterol
Kolesterol merupakan molekul sejenis lipid dalam aliran darah. Kolesterol diproduksi hati dan dibutuhkan untuk proses metabolisme tubuh. Namun, kelebihan kolesterol dapat mengakibatkan penumpukan lemak yang menyumbat pembuluh darah. "Ini membuat jantung dan otak kekurangan pasokan darah sehingga bisa menimbulkan serangan jantung dan stroke," ujar dr Leilani Lestarina, Kepala Departemen Pelayanan Medis dan Nutrisi Nestle Indonesia.
Ada beberapa jenis kolesterol, yakni low-density lipoproteins (LDL) yang dikenal sebagai kolesterol jahat. LDL mengandung 75 persen kolesterol dan hanya sedikit protein, serta berfungsi mengalirkan kolesterol ke seluruh tubuh. Kelebihan LDL menyebabkan penumpukan lemak di dinding arteri. Jenis kolesterol lain adalah high-density lipoproteins (HDL). HDL dikenal sebagai kolesterol baik karena mengandung banyak protein dan mengalirkan hingga 30 persen kolesterol ke tubuh.
"HDL berfungsi membuang kelebihan kolesterol dari sel dan dinding arteri serta membawa kolesterol kembali ke hati untuk dibuang," kata Leilani. Jenis kolesterol lain adalah trigliserida, yang berperan dalam penyimpanan lemak dan turut membentuk lipoprotein kaya kolesterol yang menyebabkan kolesterol tinggi serta meningkatkan pembentukan gumpalan darah.
Menurut data Persatuan Endokrinologi Indonesia tahun 1995, kadar kolesterol dalam darah yang normal adalah kurang dari 200 miligram per dL, kolesterol LDL kurang dari 130 mg/dL, kolesterol HDL lebih dari 45 mg/dL, dan trigliserida kurang dari 200 mg/dL. Seseorang dinyatakan kelebihan kadar kolesterol dalam darah atau kolesterol tinggi jika total kadar kolesterol mencapai lebih dari 240 mg/dL.
Ada beberapa faktor risiko penyebab kolesterol yang tidak bisa diubah, yakni proses menua, ada riwayat kolesterol tinggi dalam keluarga, dan jenis kelamin. "Sebelum menopause, perempuan memiliki risiko terkena kolesterol lebih rendah dibandingkan dengan pria. Tetapi setelah menopause, kadar LDL dalam tubuh wanita cenderung meningkat," tuturnya.
Gaya hidup merupakan faktor risiko penyebab kolesterol yang dapat diubah. Orang dengan obesitas memiliki kandungan trigliserida tinggi, sementara kadar HDL rendah. Selain itu, konsumsi makanan berkadar lemak tinggi dan kurang aktivitas fisik memicu naiknya kadar kolesterol. "Merokok juga dapat membantu penumpukan lemak pada dinding arteri," ujarnya.
Penumpukan kolesterol di lapisan dalam arteri dan membentuk plak dapat mempersempit arteri dan menyumbat aliran darah sehingga membentuk proses pengerasan pembuluh darah (atherosclerosis). Ketika plak pecah, retakan juga akan memicu pembekuan darah. "Kadar kolesterol tinggi dalam darah merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular, terutama serangan jantung," kata Leilani.
Ketua Departemen Ilmu Gizi FKUI Sri Sukmaniah menyatakan, hiperkolesterolemia (peningkatan kadar kolesterol) merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia pada usia 25 hingga 34 tahun sebesar 9,3, sementara pada usia 55 hingga 64 tahun sekitar 15,5 persen.
Fitosterol
Maka dari itu, faktor risiko penyebab kolesterol tinggi dan penyakit lain perlu diturunkan dengan cara menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi kegemukan, kontrol kadar kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi, skrining kesehatan berkala, dan pengobatan seawal mungkin. "Makanan yang dikonsumsi harus mengandung asam lemak jenuh ganda," kata Saptawati.
"Agar terhindar dari penyakit pembuluh darah, sebaiknya hindari beberapa rasa makanan dan minuman. Rasa gurih yang diperoleh dari lemak atau daging dengan penyakit penyertanya dislipidemia (kolesterol tinggi)," ujarnya. Selain itu, perlu dihindari rasa manis yang diperoleh dari gula dan terkait dengan diabetes melitus, serta rasa asin dari garam dengan penyakit penyertanya hipertensi.
Untuk menjaga dan menurunkan kadar kolesterol darah, Sri Sukmaniah menganjurkan agar menjalani pola hidup sehat dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol, mengurangi berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menjaga tekanan darah, serta berhenti merokok. "Penurunan kadar kolesterol jahat (LDL) bisa dilakukan dengan mengonsumsi fitosterol," ujarnya.
Fitosterol adalah minyak nabati yang mempunyai struktur yang menyerupai kolesterol sehingga mencegah kolesterol dari makanan diserap saluran cerna. "Bahan makanan sumber fitosterol antara lain makanan kaya lemak dan serat, minyak berwarna kekuningan, serta tidak berbau. Fitosterol juga ada dalam sayuran, kacang-kacangan, dan gandum," kata Sri Sukmaniah.
Fitosterol dalam makanan mampu menurunkan penyerapan kolesterol, menurunkan pembentukan kolesterol, maupun konsentrasi kolesterol darah. Asupan fitosterol juga berhubungan terbalik dengan konsentrasi kolesterol darah. Peningkatan asupan fitosterol akan meningkatkan penggunaan betakaroten untuk membentuk protein yang diperlukan pada proses metabolisme tubuh serta menurunkan kolesterol LDL.
Leilani menambahkan, fitosterol dapat menghambat penyerapan kolesterol di usus sehingga membantu menurunkan jumlah kolesterol dalam darah. "Yogurt dan keju rendah lemak bisa mengurangi kadar kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia. Konsumsi susu rendah lemak yang mengandung sterol tiga kali lebih efektif menurunkan kadar kolesterol dibandingkan dengan sereal, termasuk pada penderita diabetes," ujarnya.
Tentunya, asupan fitosterol untuk menurunkan kolesterol tersebut sebaiknya disertai diet terkontrol, yakni dengan menurunkan asupan lemak, meningkatkan asupan sayur dan buah sebagai sumber serat dan betakaroten.
"Yang tidak kalah penting adalah meningkatkan aktivitas fisik untuk mempertahankan kadar betakaroten dan meningkatkan kadar kolesterol HDL," tutur Sri Sukmaniah. oleh :Evy Rachmawati, Kompas