Gemuk (obesitas) merupakan "gudang" penyakit. Uniknya, dari survei yang dilakukan Departemen Kesehatan, mereka yang berisiko obesitas cenderung perempuan dan dialami para ibu rumah tangga dari kalangan menengah ke bawah. Pasalnya, para ibu tersebut tidak memiliki aktivitas fisik yang cukup.
Hal tersebut mengemuka dalam pemaparan hasil penelitian orlistat untuk menurunkan berat badan pada orang Indonesia yang diselenggarakan PT Roche Indonesia di Jakarta, belum lama ini. Hadir sebagai pembicara dalam acara itu adalah para peneliti yang terdiri dari dr Widjaja Lukito dari Pusat Kajian Gizi Regional-Universitas Indonesia, dr Johannes Chandrawinata SpGK dari RS Borromeus Bandung, Profesor dr John MF Adam SpPD-KEMD dari RS Akademi Jauri Makassar dan dr Hadiq Firdausi SpPD dari Surabaya.
Menurut Widjaja, saat ini di kota besar seperti Jakarta, aktivitas fisik (olahraga) merupakan kegiatan yang mahal dan berisiko. Hal tersebut antara lain disebabkan keamanan yang tidak terjamin, polusi udara dan terbatasnya tempat melakukan kegiatan olahraga. Kalaupun ada pusat kebugaran, ujarnya, memakan biaya yang tidak sedikit. Padahal, aktivitas fisik merupakan satu dari empat pilar utama menurunkan berat badan.
Penurunan berat badan bagi mereka yang gemuk, ujar Adam, sangat penting, karena orang-orang yang gemuk berisiko mengalami berbagai penyakit, seperti diabetes mellitus atau kencing manis, darah tinggi (hipertensi), dan penyakit jantung koroner (PJK).
Sementara itu, Johannes menyatakan selain aktivitas fisik, kunci menurunkan berat badan adalah diet (mengurangi karbohidrat dan lemak), gaya hidup sehat dan pemakaian obat. Pemakaian obat semacam orlistat, berdasarkan panduan WHO harus disertai dengan aktivitas fisik dan diet.
Di negara maju, kata Widjaja, pemakaian orlistat disertai aktivitas fisik dan diet menurunkan berat badan mereka yang obesitas secara signifikan. Untuk mengetahui keefektifan orlistat dalam menurunkan berat badan, para peneliti di Indonesia melakukan penelitian terhadap 256 orang obesitas dengan kriteria indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25. Kriteria itu jauh lebih rendah dari kriteria obesitas di negara Barat, yang memakai kriteria IMT di atas 30. Sedangkan kriteria Departemen Kesehatan, seseorang dikategorikan obesitas bila IMT-nya 27.
Dikatakan, secara umum pola makan orang Barat (tinggi lemak) berbeda dengan Indonesia yang cenderung tinggi karbohidrat. Namun, pada orang Indonesia yang obesitas justru konsumsi lemaknya lebih tinggi. Widjaja menjelaskan, 256 sampel dibagi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 128 orang yang mendapatkan terapi standar (diet dan aktivitas fisik) dan kelompok kedua terdiri dari 128 orang yang mendapatkan terapi standar dan orlistat.
Penurunan berat badan kedua kelompok dipantau selama sembilan bulan di empat lokasi, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung dan Makassar. Dalam perjalanan penelitian, pada masing-masing kelompok ada 62 sampel yang drop out, sehingga sampel yang mengikuti penelitian sampai batas akhir pada masing-masing kelompok sebanyak 66 orang.
Penelitian itu menemukan kelompok yang mendapatkan orlistat dan terapi standar mengalami penurunan berat badan tiga kali lebih banyak dibandingkan kelompok yang hanya mendapatkan terapi standar. Selain itu, juga mengalami penurunan kandungan lemak tubuh dan lingkar pinggang hampir dua kali lebih banyak dibandingkan kelompok terapi standar/suara pembaruan