Hubungan Seks Di Masa Kehamilan

SALAH satu anggapan yang beredar luas dalam masyarakat adalah, pasangan harus sesering mungkin melakukan hubungan seksual selama masa hamil agar cabang bayi dapat tumbuh subur dan sehat di dalam rahim. Alasannya, karena saat berhubungan seksual, bayi akan mendapatkan siraman cairan sperma. Padahal anggapan ini sama sekali tidak benar. Tapi karena telah menjadi mitos yang beredar dari generasi ke generasi, maka masyarakat tetap saja menganggapnya sebagai satu kebenaran.

Sebenarnya, tidak ada hubungannya antara sering berhubungan seksual dengan perkembangan bayi di dalam rahim. Apalagi dengan alasan karena disiram dengan sperma. Kebenarannya adalah, setelah terjadi kehamilan, tidak ada pengaruh dan tidak ada hubungan lagi antara sperma dengan buah kehamilan itu. Dalam arti, hubungan seksual yang dilakukan selama masa kehamilan, apalagi pada saat spermatozoa masuk ke dalam rahim, tidak sedikitpun akan mempengaruhi kehamilan yang ada.

Jadi, sehat dan suburnya bayi dalam kandungan tidak terpengaruh oleh ada tidaknya sperma di sekelilingnya. Yang benar adalah, kualitas sel spermatozoa yang telah membuahi sel telur akan membuahkan kesehatan yang baik pada kehamilan yang sedang terjadi.

Ada juga anggapan lain yang bertentangan dengan anggapan ini, yaitu kita tidak boleh melakukan hubungan seksual selama masa hamil karena dapat mengganggu perkembangan bayi. Anggapan ini juga tidak beralasan dan tidak benar. Sebaliknya, ada anggapan lain yang menyatakan bahwa suatu hubungan seksual tidak akan menimbulkan akibat apapun terhadap kehamilan, sehingga boleh saja dilakukan seperti dan sesering yang kita mau. Namun, sekali lagi, anggapan ini juga tidak selalu benar.

Bagaimana yang benar?

Kebenaran yang sesungguhnya adalah kehamilan memang mempengaruhi aktivitas seksual. Buktinya, sebagian besar wanita mengatakan bahwa saat hamil, dorongan seksualnya meningkat drastis. Tetapi, sebagian wanita lainnya mengaku kalau kehamilan tidak mempengaruhi gairah seksualnya. Sementara yang lain mengatakan bahwa kehamilan justru menekan atau menurunkan dorongan seksual mereka.

Tapi mengapa perbedaan itu terjadi? Perbedaan ini sebenarnya ditentukan oleh sejauh mana perubahan fisik dan psikis yang terjadi selama masa kehamilan, berpengaruh terhadap kesehatan dan fungsi seksual wanita hamil. Selain itu, hal ini tentu saja dipengaruhi oleh sikap dan perilaku seksual suami/pasangannya.

Maka terdapat perbedaan dalam perilaku seksual wanita hamil dan pasangannya. Sebagian pasangan kebanyakan tidak melakukan hubungan seksual pada kehamilan usia lanjut, dikarenakan oleh perut pasangannya yang sudah menonjol terlalu besar. Sehingga membuatnya kesulitan dan dapat mengganggu kenikmatan bercinta. Selain itu keduanya khawatir pada bayi yang sudah membesar di dalam kandungan. Tetapi, sebagian pasangan lainnya memilih tetap melakukannya dengan posisi-posisi tertentu, atau melakukan aktivitas seksual lainnya.
Wanita dalam usia kehamilan sekitar tiga bulan biasanya mengutarakan keluhan berbeda dan memperlihatkan perilaku seksual yang berbeda pula. Seperti wanita yang mengalami keluhan muntah-muntah hebat, pasti turun gairah seksualnya. Keadaan ini mudah dipahami karena biasanya wanita yang sedang hamil muda memang biasanya muntah-muntah, dan hal ini sudah umum terjadi.

Tetapi sebagian wanita yang tidak mempunyai masalah dengan muntah-muntah biasanya justru mengalami peningkatan gairah seksual. Mereka biasanya akan meminta pasangannya untuk bercinta lebih sering dari biasanya. Tentu saja, Anda sebagai pasangan yang baik seharusnya meluruskan permintaan itu. Lagipula, bercinta dengan wanita hamil biasanya menimbulkan seni dan keasyikan tersendiri.

Kalau Anda (suami) tidak mengabulkan permintaan pasangan Anda, maka biasanya dorongan seksual wanita akan hilang, dan mungkin saja berlanjut pada setiapkali ia hamil. Akibatnya frekuensi hubungan seksual akan semakin jarang. Nah, lebih baik Anda mengabulkannya daripada mempunyai anggapan yang negatif karena terlalu protektif terhadap istri yang sedang hamil.

Sebenarnya, selama tiga bulan masa kehamilan, 80-90 persen wanita hamil mengalami peningkatan gairah dan reaksi seksualnya. Kenyataannya, banyak pria yang gemar melakukan hubungan seksual ketika pasangannya hamil tiga bulan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya gairah dan reaksi seksual pasangannya yang sedang hamil itu. Sebab lainnya mungkin suhu vagina yang menjadi semakin hangat dari biasanya pada masa hamil, sehingga lebih memberikan rangsangan seksual yang lebih erotik.

Sebaliknya, selama tiga bulan terakhir masa kehamilan, umumnya wanita merasakan kelelahan yang berlebihan yang berakibat menurunnya tingkat gairah seksual dan menurunnya frekuensi hubungan seksual. Di pihak pria, mereka biasanya enggan melakukan hubungan seksual dengan alasan demi kesehatan bayi di dalam kandungan.

Sementara pihak wanita sendiri sebenarnya tidak menduga bahwa fisiknya yang semakin membesar tidak lagi mempunyai pesona seksual bagi pasangannya. Oleh sebab itu, mereka menganggap tidak aneh kalau suami mereka tidak tertarik melakukan hubungan seksual pada masa itu.

Sebaliknya, kalau kehamilan mempengaruhi hubungan seksual, maka hubungan seksual juga mempengaruhi kehamilan. Tetapi, yang pasti tidak akan membuat bayi di dalam rahim meejadi lebih subur. Pengaruh hubungan seksual terhadap kehamilan harus dilihat berdasarkan perubahan anatomis dan fisiologis yang terjadi pada wanita selama mengalami siklus reaksi seksual. Karena sebuah reaksi seksual yang sempurna berlangsung melalui empat fase reaksi seksual (rangsangan, datar, orgasme, dan resolusi). Genital dan bagian-bagian tubuh lain akan mengalami perubahan anatomis dan fisiologis selama fase-fase ini, baik pada pria maupun wanita.

Pada wanita, genital bagian luar maupun bagian dalamnya akan mengalami perubahan, khususnya rahim. Malah, sebenarnya perubahan pada rahim sudah terlihat pada fase awal rangsangan. Berarti, bila wanita mendapatkan rangsangan seksual yang kuat, rahimnya juga akan bereaksi. Rahim akan mengalami gerakan-gerakan cepat yang tidak teratur. Bahkan pada fase rangsangan akhir, rahim akan tertarik ke atas, dan akan semakin hebat pada fase datar, dan akan mencapai puncaknya pada saat wanita orgasme.

Gerakan-gerakan rahim yang seolah-olah mencengkeram, terutama ketika mencapai orgasme yang seharusnya mendapatkan perhatian dalam hubungannya dengan kehamilan. Karena untuk wanita yang pernah mengalami atau beberapa kali mengalami keguguran, sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual sampai orgasme dan aktivitas lainnya yang bisa mendatangkan orgasme seperti masturbasi.

Perlu dicatat bahwa aktivitas seksual seperti masturbasi biasanya akan mendatangkan orgasme yang hebat, yang menyebabkan gerakan rahim yang hebat pula. Maka, oleh karena itulah wanita akan mengalami keguguran berulangkali. Sebaiknya tidak melakukan semua aktivitas seksual yang sampai menimbulkan orgasme selama hamil - terutama 3-4 bulan pertama.

Namun, peraturan ini tentu saja tidak berlaku untuk wanita yang belum pernah mengalami keguguran berulangkali. Tetapi, tentu saja dengan selalu hati-hati dan memperhitungkan juga pada wanita yang lama tidak mendapatkan kehamilan, yang menurut pemeriksaan tidak terlihat jelas adanya kelainan, baik pada dirinya maupun pada suaminya. Karena mungkin saja gerakan rahim pada saat orgasme telah menggagalkan tertanamnya hasil pembuahan sel telur oleh sel spermatozoa.

Jadi, dari uraian di atas didapatkan kesimpulan, yaitu suatu hubungan seksual tidak harus berhenti selama masa hamil. Masalahnya hal ini menyangkut kepentingan kedua belah pihak, wanita dan pasangannya. Tetapi selayaknya keinginan seksual itu dapat disesuaikan dengan keadaan dan kondisi wanita yang sedang berbadan dua itu. Dalam keadaan tertentu, yaitu bila wanita pernah mengalami keguguran sebelumnya, apalagi kalau sampai berulangkali, hubungan seksual sebaiknya jangan diteruskan sampai wanita mencapai orgasme.

Namun, pada keadaan tertentu, seperti bila lapisan ketuban pecah, bila terdapat pendarahan, dan bila timbul rasa sakit pada saat melakukannya, maka hubungan seksual selama hamil tidak boleh dilakukan. Di luar keadaan-keadaan di atas, tidak ada masalah yang perlu dirisaukan.

Tapi, Anda (suami/istri) harus mengingat bahwa Anda berdua melakukannya semata-mata untuk kepentingan bersama, oleh sebab itu harus ada rasa saling pengertian dan saling mengasihi. Dengan memahami pengaruh kehamilan terhadap perilaku seksual, dan pengaruh hubungan seksual terhadap kehamilan, diharapkan tidak akan terjadi masalah antara suami-istri yang berpangkal pada hubungan seksual selama kehamilan.

Dengan dukungan pengertian yang dalam oleh kedua belah pihak, diharapkan dapat dihindari penyelewengan seksual yang dilakukan oleh para suami ketika sang istri sedang berbadan dua yang akan melahirkan buah cinta mereka berdua.