DI antara masyarakat Indonesia, hampir setiap masalah kemandulan selalu dihubung-hubungkan dengan gangguan kesuburan pada perempuan. Akibatnya tidak sedikit pria yang menceraikan istrinya dan mencari perempuan lain yang dianggap dapat meneruskan keturunannya. Padahal dilihat dari faktanya tidak demikian.
Data pada saat ini menunjukkan bahwa 30 hingga 40 persen ketidaksuburan dialami oleh pria dan bukan pada perempuan. Kenyataan menunjukkan bahwa satu pertiga persen pria memiliki tendensi tidak dapat memberikan keturunan.
Orang dapat mengidentifikasi ketidaksuburan pria dari gejala gangguan fertilitas pada sperma. Sperma jarang bergerak-gerak, cacat atau jumlah kurang begitu banyak. Menurut WHO, kriteria gambaran sperma yang normal adalah di kalangan militer minimal harus terdapat 20 juta sperma sehat yang bergerak aktif. Gangguan pada sperma dapat dikategorikan menjadi gangguan ringan, sedang dan berat.
Pada penelitian penentuan kesehatan, sperma harus diambil minimal dua kali. Pertama dalam ujian sperma yang masih segar dan kedua dalam penelitian ulang yang dilakukan dengan kurun waktu selama 3 bulan. Yaitu selang waktu yang dibutuhkan untuk pematangan sperma.
Pada kondisi normal, setiap detik akan terbentuk sekitar 1000 sperma. Pembentukan sperma dan pematangannya adalah merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang memungkinkan terjadinya banyak kekeliruan info. Adapun proses pematangan sperma diatur oleh hormon kejantanan, testoteron.
Ada beberapa penyebab gangguan pembentukan sperma yang menentukan kesuburan pria, yaitu cacat awal pada testikel, varicosevein, infeksi pada saluran sperma atau kesalahan hormonal. Salah satu praduga penyebab hal tersebut adalah lingkungan yang mengandung racun.
Lingkungan beracun ini dapat menurunkan kemampuan produksi sperma dan hal ini jarang sekali ditemui pada tahun 50-an. Sebuah studi di Skotlandia pada tahun 1995 yang melibatkan 500 pria, menunjukkan hasil bahwa terdapat penurunan jumlah sperma sekitar 2% setiap tahun.
Satu dari tiga pria steril sangat sulit atau hampir tidak dapat untuk mengetahui penyebab dari gangguan fertilitasnya. Para ilmuwan percaya, bahwa salah satu faktornya adalah terjadinya kesalahan informasi pada duplikasi informasi genetik. Pada kasus ini diperkirakan terdapat sekitar 1000 gen rusak yang menentukan pembetukan sperma. Kerusakan berat yang utama adalah pengaruh kesalahan pada pusat pengaturan untuk pembetukan sperma yang terletak di daerah Y-kromosom.
Seorang peneliti dari Heidelberg, Jerman, Peter Vogt memulai penelitian untuk mencari kesalahan Y-kromosom pada lelaki yang tidak subur. Hasilnya, dia telah menemukan bahwa satu di antara sepuluh pria tak subur, terdapat kesalahan kecil pada daerah spermiogenese dari Y-kromosom dan dengan demikian banyak sperma yang rusak.
Saat ini telah dikembangkan tes sederhana untuk mengetahui kesalahan Y-kromosom. Ilmuwan ini telah berhasil menjelaskan bagaimana banyak pria tak subur dan dengan demikian telah menghindari pemakaian macam-macam hormon dengan banyak efek samping seperti yang selama ini digunakan untuk usaha peningkatan kesuburan